Artikel PTK



PENINGKATAN PEMAHAMAN DAN KEMAMPUAN BERPENDAPAT SISWA  PADA KOMPETENSI TSUNAMI  MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN NHT

Ani Haryati
SMKN 1 Banua Lawas

Abstract: Telah dilakukan penelitian tentang model pembelajaan Number Head Together (NHT) pada pembelajaran materi tsunami sebagai bentuk gejala alam.  Hal ini dilatar belakangi kurangnya minat siswa selama kegiatan pembelajaran karena guru masih mengajarkan secara konvensional, selain itu ketuntasan klasikal yang masih dibawah standar.  Tujuan penelitian ini untuk (1) Meningkatkan pemahaman siswa, (2)Meningkatkan kemampuan berpendapat siswa pada pemebelajaran, (3) Mengetahui respon siswa.  Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas dengan 2 siklus.  Masing-masing siklus terdiri dari tahapan perencanaan,pelaksanaan tindakan, pengamtan dan refleksi.  Subjek penelitian adalah adalah siswa kelas XC Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura SMKN 1 Banua Lawas, Kabupaten Tabalong yang berjumlah 29 siswa.  Instrumen penelitian berupa  lembar obsevasi guru dan siswa, angket respon siswa serta perangkat tes (pre tes dan pos tes).  Hasil penelitian menyimpulkan (1)  pemahaman hasil belajar siswa meningkat dari rata-rata 68,1 pada Siklus I  menjadi 81,72 pada siklus II. Ketuntasan belajar klasikal meningkat dari  62,10 % pada siklus I menjadi 96,6 % pada siklus II. (2) kemampuan berpendapat siswa meningkat  dari  kategori “baik” sebesar 34,5  %  menjadi kategori “sangat baik” sebesar  82,8 % , (3) respon positif siswa meningkat  dari kategori “sangat baik” sebesar 41 % (12 siswa) dan kategori “baik” sebesar 59% (17 siswa) meningkat menjadi  kategori “sangat baik” sebesar 69% (20 siswa) dan kategori “baik” sebesar 31 %.   
Kata kunci :  Number Head Together (NHT), Pemahaman siswa, kemampuan berpendapat, respon siswa


PENDAHULUAN
Salah satu hal yang dihadapi guru dalam pembelajaran adalah kurangnya minat dan motivasi  siswa untuk belajar di kelas. Seringkali siswa dikelas hanya duduk, dengar, diam, dongkol dan dengkur. Apalagi guru masih terbiasa untuk menjadikan siswa sebagai pendengar yang baik karena guru masih memiliki filosofi pembelajaran yang terpusat pada guru (konvensional)  dan masih yakin bahwa satu-satunya cara untuk mengajar dengan cepat sambil mengejar target kurikulum adalah dengan menggunakan metode ceramah. Banyak guru yang masih belum mengenal dan mempraktekkan pembelajaran yang berpusat pada siswa yang berlandaskan filosofi kontruktivitas, dimana siswa secara aktif membangun sendiri konsep-konsep yang dipelajarinya dengan guru sebagai fasilitator. Hasil evaluasi pada materi tsunami sebagai bentuk gejala alam  pada Tahun Pelajaran 2010/2011 rata-rata pemahaman konsep hanya sekitar 46,8 % yang dapat secara tuntas menguasai konsep tersebut, sedangkan 53,2 % siswa masih belum dapat menguasai konsep tersebut dengan baik atau pencapaian pemahaman konsep dibawah KKM, yaitu dibawah 60. 
Jika kondisi pembelajaran seperti tersebut diatas tidak dicarikan pemecahannya, maka akan berdampak pada rendahnya tingkat capaian tujuan belajar, baik dari segi proses belajar maupun capaioan target kompetensi dasarnya.  Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan  akademik (Herdian, 2009). Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim,2000 dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT menurut Ibrahim,2000 yaitu (1) Hasil belajar akademik stuktural, bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik (2) Pengakuan adanya keragaman, bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang (3) Pengembangan keterampilan sosial, bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.
          Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe NHT menurut Kagen dalam Ibrahim, 2000 meliputi enam langkah sebagai berikut:
Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan memuat skenario pembelajaran, lembar kerja siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran NHT.
Langkah 2. Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.  Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa.  Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda.  Kelompok dibentuk merupakan campuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar.  Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.
Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan guru. 
Langkah 4. Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari.  Dalam kelompok sertiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan guru.  Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.
 Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban.
Dalam tahap ini guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengn nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.
Langkah 6. Memberi kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
Berdasarkan latar belakang di atas, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT diharapkan dalam pembelajaran siswa dapat berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok. Dengan demikian tujuan pembelajaran dapat tercapai, yaitu peningkatan prestasi akademik dan peningkatan kemampuan berpendapat.
Penerapan model pembelajaran NHT pada materi  tsunami diharapkan akan tercapai peningkatan hasil belajar siswa dan peningkatan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, adanya pengakuan keragaman karena siswa menerima teman-temannya yang mempunyai latar belakang berbeda, meningkatkan keterampilan berkomunikasi efektif yang meliputi keterampilan aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain dan meningkatkan kempuan berpendapat.  Dengan demikian berarti dapat meningkatkan hasil belajar siswa baik kognitif (pemahaman siswa) maupun afektif (kemampuan berpendapat).
METODE
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK).  Metode yang digunakan adalah metode deskriptif.  Penelitian di SMK Negeri 1 Banua Lawas, Kabupaten Tabalong, dilakukan pada tanggal 22 Mei s.d 05 Juni 2012.  Penelitian dilakukan dalam 2 siklus, masing-masing siklus dilaksanakan 2 kali pertemuan. Subjek penelitian siswa kelas XC Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura Tahun Pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 29 orang.  Data yang diambil adalah data kuantitatif yaitu hasil tes dan nilai LKS.  Data kualitatif terdiri dari observasi aktivitas guru dan siswa, respon siswa dan unjuk kerja kemampuan berpendapat yang meliputi kemampuan berkomunikasi efektif,mendengarkan orang lain, menghormati gagasan orang lain dan menyumbangkan gagasan.
Aktivitas guru dianalisis dari hasil   penilaian lembar observasi aktivitas guru berdasarkan rentang nilai sebagai berikut :  nilai 40 – 48 kategori sangat baik, nilai 31 -39 kategori baik, nilai 22 – 30 kategori sedang dan ≤ 21 kategori kurang.
Aktivitas siswa dianalisis dari hasil penilaian  lembar obsevasi aktivitas siswa dinilai oleh observer berdasarkan persentase rentang nilai sebagai berikut :  nilai 86 – 100 % kategori keterlibatan siswa sangat baik, nilai 70 – 85 % kategori keterlibatan siswa baik, nilai 55 – 69 % kategori keterlibatan siswa sedang dan nilai 40 – 54 % kategori keterlibatan siswa kurang. 
Kemampuan berpendapat yang meliputi komunikasi efektif, mendengarkan orang lain, menghormati gagasan orang lain dan menyumbangkan gagasan dianalisis dari hasil penilaian unjuk kerja kemampuan berpendapat berdasarkan rentang nilai  sebagai berikut : nilai 14 – 16 kategori “sangat baik”, nilai 11 – 13 kategori “baik”, nilai 8 - 10 kategori “sedang” dan nilai  ≤ 7 kategori “kurang”.
Pemahaman siswa dianalisis dari hasil pretes dan postes dengan sistem penilaian untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa, baik secara individual maupun klasikal dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
a)  Ketuntasan Individual :   Jumlah skor                         X 100                                                                             Jumlah skor maksimal
b)  Ketuntasan Klasikal   :  Jumlah siswa yang tuntas X 100%
                                           Jumlah seluruh siswa
Keterangan :
(1)      Ketuntasan individual : jika siswa mencapai ketuntasan ≥ 65%
(2)      Ketuntasan klasikal : jika ≥ 85% dari seluruh siswa mencapai ketuntasan 
   ≥ 65%.
Pemahaman siswa selama proses belajar ditafsirkan secara kualitatif berdasarkan rentang nilai, yaitu nilai 76 – 100 % katergori “baik”, nilai 56 – 75 % kategori “sedang”, nilai 40 – 55 % kategori “kurang” dan nilai ≤  40 % kategori “buruk”   (Sudjana, 1989).
Respon siswa terhadap model pembelajaran NHT ditafsirkan secara kualitatif berdasarkan rentang nilai, yaitu nilai 33 – 40 kategori “sangat baik”, nilai 25 – 32 kategori “baik”, nilai 17 – 24 kategori “sedang” dan ≤ 16 kategori “kurang”.
Penelitian ini dikatakan berhasil dengan ketentuan sebagai  berikut :
(1)    Ketuntasan Belajar
 a. Individual:
Dilihat dari ketuntasan belajar secara individual dan  tercapai bila siswa   mendapat nilai ≥  65 atau 65%.
b.  Klasikal  :
Diukur tercapai ketuntasan belajar secara klasikal dengan   85% dari  seluruh  siswa yang telah tuntas belajar.
(2)    Indikator Kemampuan Berpendapat
Terjadi peningkatan keterampilan  dalam hal kemampuan berpendapat yang meliputi : kemampuan berkomunikasi secara efektif, kemampuan mendengarkan orang lain, kemampuan menghormati gagasan  orang lain, kemampuan menyumbangkan gagasan  selama proses belajar mengajar dengan menggunakan format pengamatan unjuk kerja kemampuan berpendapat.  Kemampuan berpendapat akan berhasil jika tercapai kategori “baik”.
(3)    Indikator Respon Siswa
  Indikator dari respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran yaitu siswa memberi respon “positif”  atau kriteria “baik” pada pembelajaran kompetensi tsunami sebagai bentuk gejala alam  yang menerapkan model NHT.



HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Tabel 1.  Hasil Pengamatan Deskriptif Kualitatif










No.
Kegiatan

Siklus I
Siklus II



Pertemuan
Pertemuan
Pertemuan
Pertemuan



Ke-1
Ke-2
Ke-1
Ke-2
1
Nilai Rata-Rata


68,10

81,72
2
Ketuntasan Individual


18

28
3
Ketuntasan Klasikal


62,10 %

96,60 %
4
Pemahaman Siswa dari LKS

67,00
72,33
87,33
92,17
5
Aktivitas Guru

36,30
37,70
41,00
43,00
6
Aktivitas Keterlibatan Siswa

65,52 %
65,52 %
79,31 %
82,76 %
7
Respon Siswa
B

59,00 %

41,00 %


SB

31,00 %

69,00 %
8
Kemampuan Berpendapat Siswa
B
3,40 %
34,50 %
55,20 %
82,80 %


S
58,60 %
48,30 %
41,40 %
13,80 %


K
37,90 %
17,20 %
3,40 %
3,40 %

Observasi pengamatan dilaksanakan selama penelitian berlangsung dengan sasaran :
Siklus I
A.  Pertemuan I :
Aktivitas guru pada pertemuan pertama PBM berjalan lancar namun guru masih sangat dominan, Kelompok yang berada pada posisi paling belakang kurang diakomodir, Lembar jawaban LKS kurang efisien karena dijawab pada lembar yang terpisah, Kelas masih kurang tertib, waktu PBM bertambah 30 menit.  
Aktivitas siswa selama PBM  tidak semua siswa terlibat langsung, motivasi kerja kelompok masih rendah, masih ada yang berbicara tidak relevan, membuta corat-coret di kelas dan melamun, ada sebagian siswa yang belum aktif dalam berdiskusi, ada sebagian siswa yang belum memahami model NHT sehingga masih bingung menjawab LKS.
Tingkat pemahaman siswa pada saat penggalian pengetahuan awal siswa rendah hanya beberapa siswa saja yang bisa menjawab, setelah mengerjakan LKS dan berdiskusi pemahaman siswa tidak menunjukkan kemajuan yang berarti padahal materi yang disampaikan merupakan kejadian alam yang sering ditayangkan di televisi atau media elektronik lainnya.
Kemampuan berpendapat yang meliputi kemampuan komunikasi efektif, kemampuan mendengarkan orang lain, kemampuan menghormati gagasan orang lain dan kemampuan menyumbang gagasan pada setiap pertemuan pertama hanya sebesar 3,4 % (kategori baik), 58,6 % (kategori sedang) dan 37,9 % (kategori kurang).

B.  Pertemuan II :
Aktivitas guru pada pertemuan kedua PBM berjalan lancar namun masih dominan.  Keterlibatan siswa mulai aktif, kelas sudah mulai tertib namun ada beberapa siswa yang belum terlibat.  Pada pertemuan ke 1 nilai observasi aktivitas guru sebanyak 36,3 (kategori baik) dan pada pertemuan ke 2 meningkat menjadi 37,7 (kategori baik) .  Terjadi peningkatan nilai sebanyak  1,4. 
Aktivitas siswa pada pertemuan kedua tidak semua siswa terlibat langsung, motivasi kerja kelompok masih rendah, masih terlihat sebagian sendiri-sendiri dalam mengerjakan tugas, ada sebagian siswa yang belum aktif dalam berdiskusi, masih ada aktivitas siswa yang seharusnya tidak dilakukan siswa di kelas, yaitu bicara tidak relevan, melamun dan mencorat-coret buku catatannya.  Pertemuan ke 2 ini keterlibatan siswa sama dengan pertemuan pertama, yaitu sebanyak 65,52 %.  Sebanyak 34,48 % atau sebanyak 10 siswa tidak terlibat dalam pembelajaran karena melakukan pekerjaan lain, melamun dan bicara tidak relevan.
Pemahaman siswa pada pertemuan kedua dalam  mengerjakan LKS dan berdiskusi pemahaman siswa mulai menunjukkan kemajuan, jawaban lebih terarah namun belum rinci. Rata-rata nilai pada siklus I untuk kelompok sesar dan UFO 68,5 (kategori sedang), kelompok gelombang laut dan meteor nilainya 69 (kategori sedang), kelompok tanah longsor nilainya 71 (kategori baik) dan kelompok bintang nilainya 72 (kategori baik).  Nilai Ketuntasan individu sebanyak 18 siswa dan ketuntasan klasikal sebanyak 62,1 %,  Sehingga secara klasikal masih belum tuntas dan dilanjutkan perbaikan nilai hasil belajar pada siklus II. 
Kemampuan berpendapat siswa  pada pertemuan kedua ini mulai ada peningkatan. Kemampuan berpendapat siswa dengan kategori “Baik” meningkat tajam menjadi 34,5 %, dengan demikian kategori “ sedang” peersentasinya menurun menjadi 48,3 % dan kategori “kurang’menjadi 17,2 %.  
Respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran model NHT pada setiap siklus terjadi peningkatan respon positif.  Pada siklus I siswa yang menyenangi belajar menggunakan model NHT dengan kategori “baik” sebanyak 59% dan kategori “sangat baik” sebanyak 41 %.
Hal-hal yang perlu diperbaiki :
Hal-hal yang perlu diperbaiki :
Untuk melanjutkan ke siklus II perlu adanya perbaikan, seperti guru harus benar-benar menerapkan metode NHT, lebih mengakomodir semua siswa, meningkatkan kemampuan berpendapat siswa dengan memberikan motivasi reward, semangat dan pujian.
Hasil Siklus II
A.  Pertemuan I :
Aktivitas Guru Pada pertemuan ke 1 siklus II  PBM berjalan lancar.  Guru sudah melibatkan semua siswa sehingga penyelesaian LKS III lebih fokus dan jawaban lebih lengkap dibandingkan Siklus I. Aktivitas guru pada pertemuan 1 Siklus II tersebut meningkat dibandingkan siklus I, yaitu sebanyak 41, meningkat sebanyak 3,3 dari nilai pertemuan ke 2 siklus I.
Terjadi peningkatan aktivitas keterlibatan siswa pada pembelajaran di pertemuan 1 siklus II ini, dimana siswa yang beraktifitas saat pembelajaran namun seharusnya tidak dilakukan seperti melamun, mengerjakan pekerjaan lain dan bicara tidak relevan mulai menurun dari 10 siswa menjadi hanya 6 siswa sehingga keterlibatan siswa meningkat menjadi 79, 31% atau sebanyak 20,69 % siswa masih belum terlibat selama pembelajaran berlangsung. 
Pemahaman siswa pada saat penggalian pengetahuan awal  pada pertemuan ke1 siklus II ini siswa mulai aktif,  beberapa pertanyaan  siswa bisa menjawab,  dan dalam mengerjakan LKS III serta berdiskusi pemahaman siswa  menunjukkan kemajuan yang berarti.   Pada pertemuan ke 3 hasil yang dicapai oleh kelompok sesar mendapat nilai 85, UFO 85, Tanah Longsor 87, Gelombang Laut 90, Bintang 90 dan meteor 87.  Nilai ini lebih tinggi dibandingkan pada pertemuan ke 2.
Kemampuan berpendapat pada Siklus II pertemuan ke 1 ini semakin meningkat dibandingkan sebelumnya, yaitu sebanyak 55,2 % siswa mencapai kategori “baik”,  41,4 % siswa katergori “sedang” dan hanya sebesar 3,4 % siswa dengan kategori “kurang”. 

B.  Pertemuan II
Aktivitas guru pada pertemuan kedua  PBM berjalan lancar, keterlibatan siswa semakin meningkat, guru memfasilitasi dalam diskusi kelompok dan diskusi semakin kompak dan lebih aktif dibandingkan pertemuan-pertemuan sebelumnya.  Dari hasil penilaian aktivitas guru diperoleh hasil pada pertemuan ke 2 siklus II tersebut sebesar 43 (kategori sangat baik), naik sebesar 2 nilai dari pertemuan ke 1 siklus II.
Aktivitas keterlibatan siswa dalam pembelajaran pada pertemuan ke 2 silkus II tersebut juga mengalami peningkatan.  Dari pengamatan observer secara visual diperoleh temuan sebagai berikut : semua siswa terlibat langsung, motivasi kerja kelompok sudah  terbangun,  terlihat dalam mengerjakan tugas saling berdiskusi dan membantu, hanya sedikit  siswa (5 orang) yang belum aktif dalam berdiskusi karena masih ada yang melamun, bicara tidak relevan dan mengerjakan pekerjaan lain ( mencorat-coret buku catatan), Aktivitas keterlibatan siswa pada pertemuan ke 2 siklus II ini sebanyak 82,76 %, hanya sebesar 17,2 % siswa tidak terlibat dalam pembelajaran.
Pemahaman siswa pada  pertemuan ke 2 siklus II motivasi siswa sudah  meningkat, hanya sebagian kecil saja tidak menjawab, dalam  mengerjakan LKS dan berdiskusi pemahaman siswa mulai menunjukkan kemajuan yang berarti, jawaban lebih rinci dan lebih terarah.  Hasil Lembar Kerja Siswa ke 4 diperoleh hasil sebagai berikut : kelompok sesar memperoleh nilai 93, UFO memperoleh nilai 92,Tanah Longsor memperoleh nilai 90, Gelombang Laut memperoleh nilai 90, Bintang memperoleh nilai 95 dan Meteor memperoleh nilai 93.  Hasil LKS ke 4 ini menunjukan peningkatan dibandingkan dengan pertemuan sebelumnya. Dari nilai  ketuntasan individu ada sebanyak 28 siswa yang tuntas dan ketuntasan klasikal sebanyak 96,6 %,  Sehingga secara klasikal pembelajaran sudah tuntas karena ketuntasan  mencapai ≥ 85%.
Kemampuan berpendapat pada pertemuan ke 2 siklus II ini mengalami peningkatan yang signifikan, dimana siswa yang mendapat kategori “baik” meningkat hingga 82,8%, sedangkan siswa dengan kategori “sedang” sebesar 18,3 dan “kurang”  menurun tajam sebesar 3,4 % . 
Respon Siswa Pada siklus II ini  siswa yang menyenangi belajar menggunakan model NHT dengan kategori “baik” sebanyak 69%, naik sebesar 10 % dari siklus sebelumnya  dan kategori “sangat baik” sebanyak 31 % atau turun sebesar 10 % dari siklus sebelumnya.
Refleksi :
Evaluasi KBM pada pertemuan ke-1 dan ke-2 Siklus II adalah sebagai berikut :
1.    Aktivitas guru sudah ada peningkatan, guru sudah bisa mengakomodir siswa yang dibelakang, dominansi guru berkurang, penerapan metode NHT sudah sesuai prosedur, sepenuhnya difahami siswa, pembimbingan siswa dalam diskusi semakin baik
2.    Aktivitas siswa meningkat, siswa sudah fokus, walaupun ada sebagian kecil siswa masih beraktifitas mencorat-coret di kertas tugas, melamun dan berbicara yang tidak relevan.  Kerja kelompok sudah  kompak dan terjadi diskusi hangat dalam kelompok.
3.    Pemahaman siswa sudah  meningkat, hal ini terlihat dari keterlibatan siswa dalam PBM, dan mampunya siswa menyelesaikan LKS III dan IV.  Selisih nilai pretest dan postes menunjukan peningkatan
4.    Keterampilan Kemampuan berpendapat yang terdiri dari komunikasi efektif, kemampuan mendengarkan orang lain, kemampuan menghormati gagasan orang lain dan kemampuan menyumbangkan gagasan menunjukan peningkatan.    Semua siswa sudah mulai terlibat dan bekerja sama dalam diskusi kelompok.
5.    Respon siswa sangat positif, hal ini dapat dilihat dengan antusias siswa memahami metode NHT dengan benar,  antusias dalam menyelesaikan LKS, dan antusias dalam diskusi kelompok.
Pembahasan
Hasil penilaian  observasi aktivitas guru disajikan pada gambar 1.
           

 

  Gambar 1.  Hasil Observasi Guru Pada Setiap Siklus

Dari gambar 1 dapat dilihat obsevasi aktivitas guru mengalami peningkatan. Total nilai pada pertemuan ke 1 Siklus I hanya mencapai 36,3 (kategori baik), pertemuan ke 2 siklus I mencapai 37,7 (kategori baik), pertemuan ke 1 siklus II mencapai 41 (kategori sangat baik) dan pertemuan ke 2 siklus II mencapai 43 (kategori sangat baik).  Pada awal pertemuan ke 1 siklus I terdapat nilai rendah pada kegiatan inti, khususnya dalam membagi kelompok kedalam kelompok heterogen (nilai 2,67), total rata-rata aktivitas guru pada pertemuan ke 1 sebesar 3,06,  hal ini diduga guru memberikan instruksi yang kurang jelas kepada siswa dalam membagi kelompok, sehingga terjadi ketidaktertiban dalam kelas. Selain itu karena model pembelajaran NHT masih asing bagi siswa sehingga kegiatan inti waktunya molor hingga setengah jam dari perencanaan. Guru berulang kali memberikan pengarahan ketika mengerjakan LKS dan diskusi kelompok sehingga terkesan guru masih mendominasi. Namun pada pertemuan selanjutnya sudah mulai ada peningkatan yang signifikan. Setiap aspek kegiatan pembelajaran sudah semakin terarah dan jelas, guru sudah bisa menguasai kelas  dalam berkelompok.  Hal ini dapat dilihat pada nilai rata-rata kegiatan awal meningkat menjadi 3,56.  Pada pertemuan ke 2 siklus I aktivitas guru rata-rata meningkat menjadi 3,14. Pertemuan ke1 siklus II rata-rata meningkat menjadi 3,42 dan pertemuan ke 2 siklus II meningkat menjadi 3,56.
Guru hanya berperan sebagai fasilitator dan siswa mulai terbiasa dengan pemberian tugas LKS dan diskusi kelompok. Hal ini  terus mengalami perbaikan pada siklus II sehingga aktivitas guru semakin efektif dan efisien dan pembelajaran bisa optimal. Secara keseluruhan aktivitas guru dalam pembelajaran pada kompetensi tsunami sebagai bentuk gejala alam menggunakan model pembelajaran NHT tersebut baik bahkan sangat baik di akhir pertemuan siklus II.      
  Hasil penelitian ini juga sejalan dengan Sari (2011) dalam penelitiannya berjudul Implementasi pembelajaran kooperatif tipe NHT di Malang juga menyatakan bahwa rata-rata aktivitas guru selama  4 kali pertemuan dengan menggunakan model NHT sebesar 78,12 % berada pada interval 70 % - 84%, termasuk kategori “Baik” (Depdiknas 2002).

Aktivitas keterlibatan siswa dalam pembelajaran pada setiap pertemuan, baik siklus I maupun Siklus II mengalami peningkatan seperti yang disajikan pada gambar 2. 


 

                 Gambar 2.  Aktivitas Keterlibatan Siswa pada Pembelajaran

Pada gambar 2 diatas dapat dilihat pada pertemuan ke 1 dan ke 2 siklus I, aktivitas keterlibatan siswa dalam pembelajaran hanya sebesar 65.52 %, atau ada sebesar 34,48 % (10 siswa)  masih belum terlibat secara langsung.  Siswa-siswa  yang tidak terlibat tersebut antara lain melakukan aktivitas melamun, melakukan pekerjaan lain dan berbicara tidak relevan.  Hal ini diduga karena motivasi kerja kelompok yang masih rendah, yang berkorelasi dengan hasil lembar kerja siswa yang masih rendah, selain itu ada sebagian siswa yang belum memahami model pembelajaran NHT sehingga kelas agak berisik/ribut, referensi materi yang belum lengkap serta sebagian siswa masih belum aktif dalam kelompoknya.  Namun pada siklus II pertemuan ke 1, keterlibatan siswa mulai meningkat yaitu sebesar 79,31 % atau hanya sebesar 20,69 % ( 6 siswa) yang masih belum terlibat langsung. Pada siklus II pertemuan ke 2 keterlibatan siswa meningkat lagi menjadi 82,76 % atau hanya sebesar 17,24 % (5 siswa) yang tidak terlibat langsung dalam pembelajaran. Hal ini diduga siswa sudah melakukan persiapan awal sebelum pembelajaran dengan kegiaatan mencari dan menggali di rumah yang dapat dilihat dari kegiatan apersepsi berupa pertanyaan pembelajaran sebelumnya sebagian besar siswa bisa menjawab, selain itu siswa diduga sudah mulai memahami model pembelajaran NHT, motivasi belajar meningkat dengan diberikannya reward berupa gebyar bintang, kerja kelompok mulai kompak dan terarah,
Meningkatnya aktivitas keterlibatan siswa dengan menggunakan model pembelajaran NHT tersebut juga sejalan dengan penelitian Herawati (2008)  yang meneliti penerapan pembelajaran model NHT untuk meningkatkan hasil belajar siswa di Malang  menyatakan bahwa aktivitas siswa mengalami peningkatan dimana pada siklus I nilai rata-rata sebesar 69,5 % meningkat menjadi 82, 26 % pada siklus II.
Pemahaman siswa adalah kemampuan untuk memahami materi yang bisa diukur melalui tes hasil belajar berupa pre tes dan pos tes serta penyelesaian lembar kerja siswa (Sudjana, 2005).  Peningkatan aktifitas guru dan siswa berdampak langsung pada peningkatan hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian Siklus I dan II dapat dilihat dengan menggunakan model pembelajaran NHT terjadi peningkatan pemahaman siswa terhadap pembelajaran seperti gambar 3.  

 Gambar 3.  Hasil Persentase Ketuntasan Klasikal pada Setiap Siklus

Dari gambar 3 diatas dapat dilihat pada silus I pada hasil pre tes ada sebanyak 24,10 % ( 7 siswa) yang tuntas dan hasil pos tes ada sebanyak 62,10 % (18 siswa) yang tuntas secara klasikal. Namun rata-rata nilai pre tes sudah ada peningkatan walau masih dibawah KKM, yaitu 54,00 dan pos tes sudah diatas KKM 68,10.  Hasil ini masih lebih baik dibandingkan hasil evaluasi tahun sebelumnya (2011) pada kompetensi yang sama, yaitu ada sebanyak 30 % (9 siswa) tuntas dan sebanyak 70 % (21 siswa) tidak tuntas dengan nilai rata-rata 46,80. 
     Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus I tersebut dibandingkan pada evaluasi sebelumnya diduga pengaruh dari model pembelajaran NHT.  Pada evaluasi tahun sebelumnya guru masih mengajar dengan pola konvensional, dan pada saat sebelum pembelajaran tidak dilaksanakan pre tes sehingga guru belum mengetahui tingkat pemahaman awal siswa. Dengan penerapan model pembelajaran NHT ini pada setiap siklus ini bertujuan agar siswa lebih aktif karena dalam pelaksanaanya  siswa dituntut untuk melakukan kegiatan mencari dan mempelajari materi di rumah yang sebelumnya diberitahukan oleh guru sebelum dibahas di sekolah melalui kegiatan diskusi kelompok dan pengambilan kesimpulan secara bersama-sama dengan guru sehingga  memungkinkan siswa lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran.  Namun karena model pembelajaran ini masih asing bagi siswa sehingga pada siklus I siswa belum memperoleh hasil maksimal. 
Pada siklus II terjadi peningkatan secara signifikan dimana siswa yang tuntas secara klasikal saat pos tes sudah mencapai 96,6 % (1 siswa tidak tuntas), dengan rata-rata nilai 81,72 .  Sehingga dapat dikatakan siswa sudah “tuntas” dalam pembelajaran.  Hasil ini sejalan dengan hasil lembar kerja siswa dimana semua kelompok mendapat kategori “sangat baik” dengan nilai rata-rata kelompok 89,75.  Adanya peningkatan pemahaman siswa pada siklus II ini diduga siswa sepenuhnya sudah memahami pembelajaran dengan menggunakan model NHT walaupun pada siklus II ini dengan materi pelajaran yang berbeda.  Siswa sangat menikmati pembelajaran karena saling berinteraksi antar teman sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan masalah dan tugas-tugas.    Adanya peningkatan pemahaman siswa dengan menggunakan model pembelajaran NHT dibuktikan pula oleh penelitian Puspita (2010) yang menggunakan model pembelajaran NHT di Malang menyatakan bahwa pembelajaran NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa dimana nilai rata-rata kelas sebelum diterapkan NHT adalah 59,24 dan setelahnya menjadi 72,89.  Hal ini dapat diartikan hasil belajar siswa mengalami peningkatan sebesar 23,04 % dan hasil belajar siswa pada siklus II mengalami peningkatan sebesar 16,16 % dengan nilai rata-rata kelas 84,67.
Berdasarkan hasil penelitian ada peningkatan kemampuan berpendapat siswa pada setiap siklus. Kemampuan berpendapat adalah kemampuan siswa dalam mengemukakan gagasan, kemampuan berkomunikasi efektif, kemampuan mendengarkan orang lain dan kemampuan menghargai pendapat orang lain. Hasil Pada pertemuan ke 1 siklus I seperti yang disajikan pada gambar 4 dibawah.


  Gambar 4.  Penilaian Unjuk Kerja Kemampuan Berpendapat pada Setiap
                                Siklus

Pada gambar 4 dapat dilihat kemampuan berpendapat dengan kategori “baik” dengan jumlah nilai mencapai 11-13  hanya sebesar 3,4 %, kategori “sedang” jumlah nilai 8 -10 mencapai 58,6 % dan kategori “kurang) dengan jumlah nilai ≤ 7 sebanyak 37,9 %.  Hal ini diduga karena siswa kurang aktif  karena belum memahami model pembelajaran NHT, belum menunjukkan kerjasama yang baik dalam kelompok.  Sebagian besar siswa berkomunikasi secara kurang efektif yang ditandai dengan ungkapan yang kurang jelas dan nada bicara tepat, siswa sebagian besar hanya sesekali menunjukan sikap mendengarkan orang lain yang berbicara atau berpendapat ketika proses pembelajaran, sebagian besar siswa hanya sesekali menunjukkan sikap menghormati gagasan orang lain (tidak acuh, meremehkan) dan dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok maupun diskusi kelas sebagian siswa hanya sesekali menyumbangkan gagasannya. 
Pada pertemuan ke2 siklus I, mulai terlihat peningkatan yang berarti dimana kemampuan berpendapat dengan kategori “baik” menjadi 34,5 % atau naik sebesar 31,1 % , kategori “sedang” turun menjadi 48,3% dan kategori “kurang” turun menjadi “17,2 %.  Pada pertemuan ke 2 siklus I ini sebagian besar siswa sudah mulai sering menunjukkan sikap mendengaarkan orang lain yang berbicara atau berpendapat dan sebagian siswa juga sudah sering menunjukkan sikap menghormati gagasan orang lain namun dalam hal berkomunikasi dan menyumbangkan gagasan masih sesekali.    
Pada pertemuan ke 1 siklus II kemempuan berpendapat siswa semakin meningkat dimana siswa yang mendapat kategori “baik” menjadi 55,2 %, naik sebesar 20,7 % dari pertemuan sebelumnya, siswa yang mendapat kategori “sedang” turun menjadi 41,4 % dan siswa yang mendapat kategori “kurang” turun dratis menjadi hanya 3,4  %.  Pada pertemuan ke 2 siklus II siswa yang mendapat kategori “baik” meningkat menjadi 82,8 atau naik sebesar 27,6 % sedangkan siswa yang mendapat kategori”sedang” turun menjadi 13,8 % dan yang mendapat kategori “kurang” hanya sebesar 3,4 %.  Hal ini diduga karena sebagian besar siswa sudah berkomunikasi efektif yang ditandai dengan ungkapan yang jelas, nada bicara tepat dengan kata-kata sendiri, sebagian besar siswa sudah sering menunjukan sikap mendengarkan orang lain yang berbicara dan berpendapat dan sering  menunjukkan sikap menghormati gagasan orang lain, namun sebagian siswa (20%) ada yang hanya sesekali menyumbangkan gagasannya dan sebagian kecil siswa (14%) yang dari pertemuan ke1 siklus I hingga pertemuan ke 2 siklus II menyumbangkan gagasan lebih dari 2 kali pada setiap pertemuan.  Dari hasil penelitian kemampuan berpendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dengan pembelajaran menggunakan model NHT dapat meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran.  Hal ini sejalan dengan penelitian Utami (2009) pada siswa kelas XI SMAN Arjasa Kabupaten Jember yang menyatakan bahwa kemampuan menyatakan pendapat siswa yang dilihat dari aspek mengemukakan tanggapan  dan aspek mengajukan saran pada siklus II mengalami peningkatan dimana dengan kategori baik sekali (13 siswa) dan kategori baik (26 siswa) . Pada hasil belajar siswa juga diperoleh hasil 100% tuntas belajar. 
Keberhasilan pembelajaran ini juga ditunjukkan oleh respon siswa yang positif terhadap penerapan model NHT  dalam pembelajaran tsunami sebagai bentuk gejala alam yang disajikan pada gambar 5.




  
     
   Gambar 5.  Respon Siswa Terhadap Metode Pembelajaran  NHT
 
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil respon siswa yang “positif” dimana terjadi peningkatan respon pada setiap siklus.  Pada siklus I  respon siswa dengan kategori “sangat baik” sebesar 41 % (12 siswa) dan kategori “baik” sebesar 59% (17 siswa). Sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan menjadi kategori “sangat baik” sebesar 69% (20 siswa) dan kategori “baik” sebesar 31 %.    Respon positif tersebuat adalah: meningkatkan prestasi belajar, siswa termotivasi, mendorong untuk menyampaikan gagasan, mendorong untuk menghargai pendapat orang lain, mendorong untuk berani menanggapi, memahami konsep tsunami sebagai bentuk gelaja alam dengan menggunakan model pembelajaran NHT,  dan model pembelajaran NHT ini dapat dikembangkan pada konsep pembelajaran IPA lainnya. 
Respon positif hasil penelitian diatas  sejalan dengan penelitian Kusumojanto dan Herawati (2009) yang menyatakan respon siswa sangat positif artinya siswa senang dalam pembelajaran karena dapat meningkatkan rasa saling percaya sesama te­man; siswa mau menerima ide atau pendapat dari orang lain; bahwa dengan pembelajaran ini siswa mampu mengemukakan pendapat dengan baik; senang dengan pembelajaran ini karena akan melatih untuk berbagi pengeta­huan dengan teman-teman yang lain; setiap anggota dalam kelompok harus dapat menguasai materi yang didiskusik


KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan :
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut : (1) Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan pemahaman siswa kelas XC Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura pada kompetensi Tsunami sebagai Bentuk Gejala Alam  Nilai rata-rata siswa meningkat dari 68,1 pada Siklus I  menjadi 81,72 pada siklus II. Ketuntasan belajar kalisikal siswa juga mengalami peningkatan dari  62,10 % pada siklus I menjadi 96,6 % pada siklus II. (2) Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan kemampuan berpendapat kelas XC Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura pada kompetensi Tsunami sebagai Bentuk Gejala Alam  Pada siklus I kemampuan berpendapat dengan kategori “baik” sebesar   34,5  % (pertemuan ke2) , sedangkan pad siklus II meningkat menjadi 82,8 % (pertemuan ke 2). (3) Siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran dengan menggunakan model NHT. Pada siklus I  respon siswa dengan kategori “sangat baik” sebesar 41 % (12 siswa) dan kategori “baik” sebesar 59% (17 siswa). Sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan menjadi kategori “sangat baik” sebesar 69% (20 siswa) dan kategori “baik” sebesar 31 %.   
Saran
            Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, ada beberapa saran, yaitu : (1) Guru Mata diklat IPA Terpadu hendaknya mencoba menerapkan pembelajaran kooperatif model NHT pada pembelajaran IPA lainnya untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
(2) Guru hendakmya memperluas wawasan dan merencanakan pembelajaran secara lebih kreatif dan inovatif untuk dapat melaksanakan dan menerapkan metode dan model pembelajaran lainnya sehingga bisa memberikan variasi atau alternatif dalam proses pembelajaran (3) Guru harus dapat memotivasi siswa untuk mengadakan persiapan belajar di rumah sebelum materi disampaikan di sekolah dengan cara memberi tahu siswa bahwa setiap kali pertemuan akan diadakan pre tes dan pos tes sehingga siswa termotivasi untuk belajar sebelum materi disampaikan. (4) Diperlukan sarana dan pra sarana yang memadai yang mendukung pembelajaran seperti media power point dan LCD untuk meningkatkan pemahaman dan antusias siswa dalam pembelajaran.

DAFTAR RUJUKAN

Herdian.  2009.  Model Pembelajaran Number Head Together (NHT). http://www.Wordpress.com/2009/04/22/model pembelajaran nht.
Ibrahim, dkk, 2000.Pembelajaran Kooperatif. Universitas Negeri Surabaya; University Press
Kusumojanto,D.D  dan Popy Herawati.  2009.  Penerapan Pembelajaran Kooperatif model Number Heads Together (NHT) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Diklat Manajemen Perkantoran Kelas X APK di SMK Ardjuna 1 Malang.  Fakultas Ekonomi Universitas Malang. Http://library.um.ac.id/ptk/indexphp?mod:detail&id:37617 .

Puspita, E.S.  2010.  Penerapan pembelajaran Kooperatif Model Number Head Together (NHT) untuk Meningkatkan Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Administrasi perkantoran (Studi pada siswa kelas X APK SMK PGRI 2 Malang).Fakultas Ekonomi UniversitasMalang. Http://library.um.ac.id/ptk/indexphp?mod:detail&is:41351.

Sari, F.F.  2011.  Model Pembelajaran Number Heads Together (NHT) dalam Pemecahan Masalah Dimensi Tiga Peserta Didik SMK Muhammadiyyah2Malang. http://library.um.ac.id/ptk/indexphp?mod;detail&id;37600.
Utami, K.W.  2009.  Peningkatan Kemampuan Menyatakan Pendapat Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) pada Siswa Kelas XI SMAN Arjasa Kabupaten Jember. Http://library.um.ac.id/free.contens/index.php/pub/detail/peningkatan kemampuanmenyatakanpendapatmelaluipembelajarankooperatiftipenht-num.
Utami, K.W.  2009.  Peningkatan Kemampuan Menyatakan Pendapat Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) pada Siswa Kelas XI SMAN Arjasa Kabupaten Jember. Http://library.um.ac.id/free.contens/index.php/pub/detail/peningkatan kemampuanmenyatakanpendapatmelaluipembelajarankooperatiftipenht-num.

kgp2tabalong - Artikel PTK
readmore_tumb
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Komunitas Komunitas