Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Masalah dan Interaksi Sosial pada Pembelajaran Pengelolaan Limbah Menggunakan Model Pembelajaran PBL

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH DAN INTERAKSI SOSIAL    PADA PEMBELAJARAN PENGELOLAAN LIMBAH MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN
PROBLEM BASED LEARNING


Ani Haryati1, Arif Sholahuddin2
1SMK Negeri 1 Murung Pudak Tabalong Kalimantan Selatan
2Prodi Pendidikan Kimia PMIPA FKIP Unlam Banjarmasin


ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan (1) meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, (2) meningkatkan kemampuan interaksi sosial dan (3) mengetahui respon siswa kelas XI-1 program keahlian perawat kesehatan SMKN1 Murung Pudak, Kabupaten Tabalong.  Rancangan penelitian menggunakan tindakan kelas dengan 2 siklus.  Masing-masing siklus terdiri dari tahapan perencanaan, pelaksanaan tindakan dan refleksi. Subjek penelitian adalah 42 siswa. Instrumen penelitian berupa lembar observasi aktivitas guru dan siswa, angket respon siswa, pemahaman konsep (pre tes & pos tes), LP kemampuan menyelesaikan masalah, LP kemampuan  interaksi sosial dan LP eksperimen siswa.  Hasil penelitian menunjukkan (1) kemampuan menyelesaikan masalah meningkat dari kategori”baik” (33,3%) dan kategori “sedang” (64,3%) dn kategori “kurang”(2,4%)   pada siklus I menjadi  “sangat baik” (45,2%) dan “baik”  (54,8%). pada siklus II, (2) kemampuan interaksi sosial meningkat dari kategori “baik”  (42,9%) dan  “sedang” (57,1%) menjadi “sangat baik” (69,0%) dan  “baik” (31,0%), (3) pemahaman konsep meningkat dari   72,5 menjadi 81,79, (4) respon “positif” siswa meningkat dari  kategori “sangat baik” (42,86 %)  dan “baik” (57,14%) menjadi  “sangat baik” (71,43%)  dan  “baik” sebesar (28,57 %).  

Kata Kunci :  Problem Based Learning (PBL), kemampuan menyelesaikan masalah, kemampuan interaksi sosial, respon siswa
  

PENDAHULUAN

 Banyak guru yang belum memahami cara-cara yang disukai siswa pada saat belajar dan guru mengajar konvensional sehingga motivasi belajarnya rendah.  Hasil evaluasi pada materi limbah dan jenisnya pada tahun sebelumnya rata-rata pemahaman konsep hanya sekitar 40% yang mencapai ketuntasan, sedangkan 60% siswa masih belum dapat menguasai konsep tersebut dengan baik atau pencapaian pemahaman konsep dibawah KKM, yaitu dibawah 70. Jika kondisi pembelajaran seperti tersebut diatas tidak dicarikan pemecahannya, maka akan berdampak pada rendahnya tingkat capaian tujuan belajar, baik dari segi proses belajar maupun capaian target kompetensi dasarnya.
Pengelolaaan limbah merupakan salah satu pembelajaran kontekstual, yaitu pembelajaran yang menghubungkan materi pelajaran dengan dunia nyata dan memotivasi siswa agar menghubungkan pengetahuan  dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Arens, 2008).
Salah satu strategi pembelajaran kontekstual yang sesuai dengan materi pengelolaan limbah adalah model pembelajaran  berbasis masalah (Problem Based Learning). PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahapan metode ilmiah (memahami masalah, mengidentifikasi masalah, mengetahui penyebab masalah dan memberikan solusi) sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah (Ardana, 2008). Penerapan model PBL juga dapat meningkatkan interaksi sosial dan prestasi belajar pada materi IPA Kimia (Utomo, 2012).
Menurut Ananda (2011) beberapa kelebihan pendekatan PBL : (1) memotivasi belajar siswa, membiarkan sesuai minatnya, (2) membantu keterkaitan hidup diluar sekolah,memperhatikan dunia nyata dan mengembangkan keterampilan nyata, (3) membangun hubungan dengan komunitas yang besar (interaksi sosial), sedangkan kekurangannya : (1) memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah yang kompleks, (2) banyak orang tua yang merasa dirugikan karena menambah biaya untuk memasuki sistem baru, (3) banyak peralatan yang harus disediakan.  Sintak PBL menurut Sutriani (2008) disajikan pada tabel 1.
Kemampuan menyelesaikan masalah dan interaksi sosial  perlu diajarkan sejak dini. Masalah pengolahan limbah yang dijadikan fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman belajar yang beragam pada siswa  seperti terjalinnya interaksi sosial dalam kelompok.
Diharapkan selain meningkatkan prestasi belajar siswa, dengan pembelajaran PBL dapat meningkatkan interaksi sosial siswa, memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan dalam kegiatan belajar, dari interaksi sosial diharapkan terjadi komunikasi efektif, mau mendengarkan pendapat orang lain, menghormati gagasan orang lain, menyumbangkan gagasan dan bertanggung jawab.
Dengan demikian penerapan PBL diharapkan dapat meningkatkan kognitif (pemahaman konsep), afektif (interaksi sosial) dan psikomotorik (eksperimen).

Tabel 1.  Sintak Problem Based learning (PBL)
Fase
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
Fase 1
Orientasi siswa kepada masalah
1.  Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut
2.  
Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih oleh guru
3.   
      Peneliti menjelaskan bahan yang diperlukan
1  Siswa mendengarkan
    penjelasan guru  

2
     Mengerjakan pekerjaan yang diberikan

3
     Siswa mendengarkan penjelasan guru
Fase 2
Mengorganisasikan siswa untuk belajar
1.   Guru membimbing siswa memecahkan masalah yang belum dapat dipecahkan oleh siswa serta mengorganisasikan tugas belajar.
1   Siswa mengerjakan tugas kelompok yang diberikan guru dalam buku pelajaran dan lembar kerja siswa (LKS)
Fase 3
Membimbing penyelidikan idividu maupun kelompok
1.   Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan ninformasi yang sesuai permasalahan.
2.   

G   Guru mendorong siswa  melaksanakan diskusi untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
1.   Siswa mengamati objek yang sesuai dengan masalah yang ada dalam buku pelajaran dan lembar kerja siswa (LKS)
2.  
      Siswa melakukan diskusi kelompok
Fase 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
1.   Guru membantu siswa dalam merrencanakan dan menyiapkan karya seperti laporan, model yang membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
1.   Siswa menunjukan hasil diskusi di depan kelas.
Fase 5
Menganalisis           dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
1.  Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses.
1.   Siswa menilai pekerjaanya sendiri dengan cara membandingkan dengan pekerjaan teman yang   benar
Sumber : Sutriani (2008)
METODE
Penelitian ini  menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK).  Metode yang digunakan adalah metode deskriptif.  Penelitian pada SMKN 1 Murung Pudak dan di luar sekolah (lingkungan sekitar tempat tinggal siswa), Kabupaten Tabalong, dimulai pada bulan Februari sd  bulan Agustus 2013.  Penelitian dilakukan dalam 2 siklus, masing-masing siklus dilaksanakan 2 kali pertemuan.  Subjek penelitian siswa kelas XI-1 perawat kesehatan sebanyak 42  orang.  Data yang diambil adalah data kuantitatif, yaitu hasil tes dan nilai LKS.  Data kualitatif terdiri dari observasi aktivitas guru dan siswa, angket respon siswa, pemahaman konsep (pretes dan postes), kemampuan menyelesaikan masalah, kemampuan interaksi sosial dan eksperimen siswa.
Aktivitas guru dianalisis dari hasil   penilaian lembar observasi aktivitas guru berdasarkan rentang nilai sebagai berikut :  nilai 40-48 kategori sangat baik, nilai 31-39 kategori baik, nilai 22-30 kategori sedang dan ≤ 21 kategori kurang.
Aktivitas siswa dianalisis dari hasil penilaian  lembar obsevasi aktivitas siswa dinilai oleh Masing-masing aspek dinilai oleh observer dengan rentang nilai sebagai berikut :  nilai 40-48  kategori sangat baik, nilai 31-39 kategori baik, nilai 22 -30  kategori sedang dan nilai ≤ 21 kategori kurang.
             Kemampuan menyelesaikan masalah yang meliputi indikator aspek pemahaman  masalah, mengidentifikasi masalah, menemukan penyebab masalah dan solusi permasalahan dianalisis dari hasil penilaian unjuk kerja kemampuan menyelesaikan masalah   berdasarkan rentang nilai  sebagai berikut  : nilai 14-16 kategori sangat baik, nilai 11-13 kategori baik, nilai 8-10 kategori sedang dan nilai  ≤ 7 kategori kurang.
Kemampuan interaksi sosial yang meliputi kemampuan komunikasi efektif, mendengarkan orang lain, menghormati gagasan orang lain, menyumbangkan gagasan dan bertanggung jawab dianalisis dari hasil penilaian unjuk kerja interaksi sosial  berdasarkan rentang nilai  sebagai berikut : nilai 17- 20 kategori sangat baik, nilai 13-16 kategori baik, nilai 9-12 kategori sedang dan nilai  ≤ 8 kategori kurang.
Kemampuan hasil eksperimen siswa yang meliputi unju kerja, langkah kerja dan keselamatan kerja, ketepatan waktu praktik serta kerjasama tim dalam praktik  dianalisis dari hasil penilaian  eksperimen siswa   berdasarkan rentang nilai  sebagai berikut  : nilai 14-16 kategori sangat baik, nilai 11-13 kategori baik, nilai 8-10 kategori sedang dan nilai  ≤ 7 kategori kurang.
Pemahaman konsep  siswa dianalisis dari hasil pretes dan postes dengan sistem penilaian untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa, baik secara individual maupun klasikal dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

a)  Ketuntasan individual :   Jumlah skor                           X 100                                                                             Jumlah skor maksimal
b)  Ketuntasan klasikal   :  Jumlah siswa yang tuntas   X 100%
                                           Jumlah seluruh siswa
Keterangan :
(1)      Ketuntasan individual : jika siswa mencapai ketuntasan ≥ 70%
(2)      Ketuntasan klasikal : jika ≥ 85% dari seluruh siswa mencapai ketuntasan  ≥ 70%
Pemahaman konsep siswa selama proses belajar ditafsirkan secara kualitatif berdasarkan rentang nilai, yaitu nilai 76-100 % katergori baik, nilai 56- 75 % kategori sedang, nilai 40-55 % kategori kurang dan nilai ≤  40 % kategori buruk   (Sudjana, 2005).
Respon siswa terhadap model pembelajaran PBL ditafsirkan secara kualitatif berdasarkan rentang nilai, yaitu nilai 33-40 kategori sangat baik, nilai 25-32 kategori baik, nilai 17-24 kategori sedang dan ≤ 16 kategori kurang.
Indikator keberhasilan tindakan. Penelitian ini dikatakan berhasil jika: (1) Secara individual siswa mencapai ketuntasan belajar dengan mendapatkan nilai ≥ 70 atau tingkat penguasaan 70% dan secara klasikal sebanyak ≥ 85% dari  seluruh  siswa telah tuntas belajar (2) Terjadi peningkatan keterampilan dalam hal kemampuan menyelesaikan masalah yang meliputi: memahami masalah, mengidentifikasi masalah, menemukan penyebab masalah dan memberikan solusi permasalahan selama proses belajar mengajar dengan menggunakan format pengamatan unjuk kerja kemampuan  menyelesaikan masalah.  Kemampuan menyelesaikan masalah akan berhasil  jika tercapai kategori “baik” (3) Terjadi peningkatan keterampilan interaksi sosial yang meliputi: kemampuan berkomunikasi secara efektif, kemampuan mendengarkan orang lain, kemampuan menghormati gagasan  orang lain, kemampuan menyumbangkan gagasan dan bertanggung jawab selama proses belajar mengajar dengan menggunakan format pengamatan unjuk kerja kemampuan interaksi sosial.  Kemampuan interaksi sosial akan berhasil jika tercapai kategori “baik, dan (4) Siswa memberi respon “positif”  atau kriteria “baik” pada pembelajaran pengelolaan limbah yang menerapkan model PBL.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Tahapan PTK pada pembelajaran pengelolaan limbah menggunakan model PBL meliputi : (1) perencanaan (planning), (2) pelaksanaan (acting), (3) observasi (observing) dan (4) refleksi (reflekting).  Pengumpulan data dalam bentuk lembar penilaian, observasi dan angket dimulai dari tanggal 07-28 Mei 2013.

Siklus I
Perencanaan (planning)
Guru menyiapkan perangkat pembelajaran serta alat dan bahan yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran meliputi:  RPP dan LKS, instrumen penilaian (pretes, postes, menyelesaikan masalah,interaksi sosial, eksperimen siswa), dan lembar pengamatan aktivitas guru dan siswa.

Pelaksanaan (acting)
Guru menerapkan pembelajaran PBL dengan langkah-langkah: (1) apersepsi, (2) menyampaikan tujuan pembelajaran, (3) pretes, (4) bagi secara heterogen, (5) memberikan pertanyaan/permasalahan seputar limbah, (6) mengerjakan LKS, (7) mempresentasikan, (8) merumuskan dan merancang metode untuk eksperimen, (9) menyusun proposal sederhana dan mempresentasikan (10) menugaskan untuk melakukan eksperimen di rumah.

Observasi (observing)
Observasi atau pengamatan dilaksanakan selama penelitian berlangsung dengan sasaran: (1) siswa, untuk mengetahui aktifitasnya selama mengikuti pembelajaran, (2) guru, untuk mengetahui aktifitas dalam penerapan metode pendekatan PBL.  Pada  kegiatan pengamatan ini, peneliti dibantu oleh 2 orang guru, yaitu Kartini S.Pd dan Yeni, S.Pd. Hasil observasi siklus I disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil penilaian aktivitas guru dan siswa, menyelesaikan masalah, interaksi sosial, pemahaman konsep 
               dan  respon siswa pada siklus I
No.
    Kegiatan
Kate-
Siklus I


gori
Pertemuan
Pertemuan



Ke-1
Ke-2
1
Aktivitas guru

33
40
2
Aktivitas siswa
SB
-



B
2,38%



S
92,86%

K
4,76%
3
Kemampuan menyelesaikan masalah
SB
-
-


B
4,80%
33,30%


S
83,30%
64,30%


K
11,90%
2,40%
4
Kemampuan interaksi sosial
SB 
-
-


B
33,30%
42,90%


S
66,70%
57,10%
5
Pemahaman konsep :




a. rata-Rata


68,10

b. ketuntasan Individual


29

c. ketuntasan Klasikal


69,05%
6
Respon siswa
SB

42,86%


B

   57,14%


     







Aktivitas guru
Observasi aktivitas guru yang meliputi 3 (tiga) aspek yaitu kegiatan awal (menyiapkan pembelajaran, memberikan apersepsi dan motivasi, menyampaikan tujuan pembelajaran), kegiatan inti (membagi siswa dalam kelompok, memberi tugas LKS, memberikan tugas mengumpulkan informasi, membimbing siswa dalam diskusi, memberi tugas siswa untuk memilih dan merumuskan permasalahan yang dipilih, merancang metode, membuat proposal dan mempresentasikannya serta melakukan eksperimen dan membuat laporan akhir),  dan kegiatan akhir (melaksanakan evaluasi dan tindak lanjut). 
Aktivitas guru pada pertemuan ke 1 masih sangat dominan dan belum mengakomodir kelompok dengan baik, nilai aktivitas guru mencapai 33 (kategori baik), namun pada pertemuan ke 2 proses pembelajaran mulai lancar, sudah mengakomodir siswa dalam kegiatan diskusi . Nilai aktivitas guru menjadi 40 (kategori sangat baik) meningkat sebanyak 7 nilai dari pertemuan ke 1.

Aktivitas siswa
Aktivitas siswa yang meliputi keaktifan (mau mengerjakan tugas dari guru, tugas dikerjakan sesuai petunjuk guru, mau berdiskusi dan bekerjasama, mau mencatat apa yang dipelajari, mau melaporkan hasil kerja), keantusiasan (mau mendengar dan memperhatikan, manunjukan sikap ingin tahu, mau mengemukakan idenya,menyelesaikan tugas dengan tepat waktu, berusaha untuk meningkatkan kemampuan diri dewngan tidak berputus asa mencari jawaban ) dan keceriaan (wajah berseri-seri dalam belajar, tidak mengantuk saat berada dikelas/tidak sering menguap/meletakan kepala diatas meja) (Dewi, 2008). 
Pada siklus I sebagian besar siswa masih dalam kategori “sedang” (92,86%), sedangkan 2,38 % berada dalam kategori “baik”.

Kemampuan menyelesaikan masalah
Kemampuan menyelesaikan masalah meliputi kemampuan pemahaman masalah, kemampuan mengidentifikasi masalah, menemukan penyebab masalah dan kemampuan solusi masalah (Rais, 2010). Kemampuan menyelesaikan masalah pada pertemuan ke 1 sebagian besar masih dalam kategori “sedang” (83,30%) dan hanya 4,80%  mencapai kategori “baik”. Pertemuan ke 2  kategori “baik” meningkat tajam menjadi 33,30%, meningkat sebanyak 28,50%.

Kemampuan interaksi sosial
Kemampuan interaksi sosial meliputi kemampuan komunikasi efektif, kemampuan mendengarkan orang lain, kemampuan menghormati gagasan orang lain, kemampuan menyumbangkan gagasan dan kemampuan bertanggung jawab (Sholahuddin, 2012). Interaksi sosial pada pertemuan ke 1 sebagian besar masih dalam kategori “sedang” (66,70%). Pada pertemuan ke 2 siswa yang mencapai kategori baik meningkat dari 33,3% pada pertemuan ke 1 menjadi 42,90%, meningkat sebanyak 6,90%.

Pemahaman konsep
Pemahaman konsep meliputi penilaian LKS dan tes tertulis. Penilaian LKS pada siklus I  “kelompok diamond dan venture” memperoleh  nilai  90 sedangkan nilai terkecil “kelompok efek rumah kaca dan ekosistem” memperoleh nilai 75, sedangkan dari hasil tes  siswa yang tuntas pada siklus I hanya sebanyak 29 siswa (68,10%) dengan kategori “sedang”, karena ada sebanyak 12 siswa belum tuntas sehingga perlu dilanjutkan perbaikan nilai hasil belajar pada siklus II. 

Respon siswa
Hingga akhir siklus I semua siswa memberikan  respon “positif” terhadap penerapan model pembelajaran PBL dengan kategori “baik” hingga “sangat baik”.

Refleksi (reflecting)
Berdasarkan analisis hasil penelitian pada siklus I, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki, antara lain :
(1)     Aktivitas siswa yang meliputi keceriaan, keantusiasan dan keceriaan masih dalam taraf ”sedang” karena sebagian  siswa belum mau melaporkan hasil kerja kelompok, belum menunjukan sikap ingin tahu dan hanya diam saja. Hal ini diduga karena siswa masih cenderung pasif, belum bisa menyesuaikan dengan pembelajaran PBL yang berfikir kritis, sehingga perlu perbaikan pada siklus II.
(2)     Kemampuan menyelesaikan masalah yang meliputi pemahaman masalah dan menemukan penyebab masalah masih mengalami kesulitan, hal ini diduga karena sebagian siswa terbiasa hanya menerima informasi/masalah, hanya memahami secara global, tidak terbiasa berfikir kritis  untuk memproses masalah  dan menggali lebih jauh permasalahan, sehingga perlu perbaikan pada siklus II. 
(3)     Kemampuan interaksi sosial dalam hal mendengarkan orang lain  dan menghargai gagasan orang lain  masih kesulitan bagi sebagian siswa  Hal ini diduga karena sebagian siswa masih egois dan memikirkan diri sendiri bukan kelompok sehingga untuk terjalinnya interaksi sosial yang lebih baik perlu perbaikan pada siklus II
(4)     Pemahaman konsep dalam rangka memecahkan masalah belum tuntas, masih ada sebanyak 12 siswa yang hasil belajarnya “tidak tuntas” dan  memerlukan bantuan dan motivasi dari guru agar mau dan terbiasa melakukan analisis masalah, baik dalam belajar maupun ketika mengikuti tes tertulis,  sehingga perlu perbaikan pada siklus II.

Siklus II
Perencanaan (acting)
Guru menyiapkan perangkat pembelajaran untuk siklus berikutnya yang meliputi  RPP dan LKS, instrumen penilaian (pretes, postes, menyelesaikan masalah,interaksi sosial, keterampilan psikomotorik), dan lembar pengamatan aktivitas guru dan siswa.

Pelaksanaan
            Menerapkan langkah selanjutnya dari pembelajaran PBL, yaitu (1) apersepsi, (2) menyampaikan tujuan pembelajaran, (3) pretes, (4) bagi kelompok secara heterogen, (5) mempresentasikan hasil awal eksperimennya, (6) memberi tugas siswa untuk menyempurnakan metode  untuk eksperimen ke 2 yang belum berhasil pada eksperimen sebelumnya, (7) menganalisis data dan membuat kesimpulan hasil ekperimen ke 1, (8) ekperimen ke 2 di rumah, (9) presentasi hasil karya, (10) membuat laporan akhir hasil karya dan mendokumentasikan, (11) postes.

Observasi
            Observasi atau pengamatan dilaksanakan selama penelitian berlangsung dengan sasaran: (1) siswa, untuk mengetahui aktifitasnya selama mengikuti pembelajaran, (2) guru, untuk mengetahui aktifitas dalam penerapan metode pendekatan PBL. Pada  kegiatan pengamatan ini, peneliti dibantu oleh 2 orang guru, yaitu Kartini S.Pd. dan Yeni S.Pd.  Hasil observasi siklus II disajikan pada tabel 3.

Aktivitas guru
Pada siklus II guru telah mampu memfasilitasi siswa, guru sangat baik dalam menelaah dan mengelola kegiatan diskusi, hal ini dapat dilihat dari nilai  aktivitas guru yang terus  meningkat dibanding siklus I, yaitu nilai  42 pada pertemuan ke 1 dan 46 pada pertemuan ke 2.

Aktivitas siswa
Aktivitas siswa pada siklus II mengalami peningkatan dibandingkan siklus sebelumnya dengan kategori “baik” menjadi  95,24% (40 siswa), dan ada sebagian kecil (2,38%) kategori “sangat baik”.

Tabel 3  Hasil penilaian aktivitas guru dan siswa, menyelesaikan masalah, interaksi sosial, pemahaman konsep, respon siswa dan keterampilan psikomotorik pada siklus II
No.
Kegiatan
Kategori
Siklus II
Pertemuan
Ke-1
Pertemuan
Ke-2
1
Aktivitas Guru

42
46
2
Aktivitas Siswa
SB
2,38%
B
95,24%



S
2,38%



K
-

3
Kemampuan Menyelesaikan Masalah
SB
2,40%
45,20%


B
97,60%
54,80%


S
-
-


K
-
-
4
Kemampuan Interaksi Sosial
SB 
2,40%
69,00%


B
   97,60%
31,00%


S
-
-
5
Pemahaman Konsep :




a. Rata-Rata


81,79

b. Ketuntasan Individual


41

c. Ketuntasan Klasikal


97,62%
6
Eksperimen siswa
SB
88,10%



B
11,90%

7
Respon Siswa
SB

71,43%


B

28,57%





















Kemampuan menyelesaikan masalah
Pada siklus II semua siswa sudah mampu menyelesaikan masalah dengan baik, dan mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan siklus I.  Pertemuan ke 1 siklus II kemampuan menyelesaikan masalah dengan kategori “sangat baik” mencapai 2,4% dan meningkat menjadi 45,20% pada pertemuan ke 2, selebihnya dalam kategori baik.

Kemampuan interaksi sosial
Kemampuan interaksi sosial siswa pada siklus II sebagian besar sudah dalam kategori “baik sd sangat baik” meningkat dari siklus sebelumnya. Pertemuan ke 1 kategori  “sangat baik” (2,4%). Pada pertemuan kedua meningkat dengan kategori “sangat baik” (69,0%), meningkat sebanyak 66,6%.

Keterampilan psikomotorik/eksperimen siswa
Eksperimen siswa yang dilaksanakan pada pertemuan ke 1 siklus II ini meliputi unjuk kerja, langkah kerja dan keselamatan kerja, ketepatan waktu praktik serta kerjasama tim dalam praktik (Rais, 2010). Semua siswa memiliki kemampuan psikomotorik dalam melakukan eksperimen. Sebagian besar keterampilan psikomotorik siswa (88,10%) mencapai kategori “sangat baik”dan hanya 11,90% dengan kategori “baik”..  

Pemahaman konsep
Pada siklus II hasil belajar siswa meningkat tajam dibandingkan siklus I, yaitu sebanyak 33 siswa (97, 62 %) mencapai ketuntasan belajar.  Hanya 1 (satu) siswa yang belum tuntas.

Respon siswa
Hingga siklus II ini siswa memberikan respon positif terhadap penerapan model PBL pada pembelajaran materi pengelolaan limbah dan respon positif semakin meningkat dari siklus sebelumnya. Siswa yang memberikan respon dalam kategori kategori “sangat baik” mencapai 71,43%, atau mengalami peningkatan sebesar 28,7% dari siklus I.

Refleksi (reflecting)
Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi hingga pelaksanaan tindakan pada siklus II, beberapa temuan antara lain:
(1)     Aktivitas guru sudah ada peningkatan, guru sudah bisa mengakomodir siswa,  mampu menyimpulkan pelajaran dengan mengajak siswa untuk menumbuhkan kesadaran lingkungan hidup. 
(2)     Aktivitas siswa sudah  dalam kategori “baik”, beberapa siswa sudah mau melaporkan hasil kerja kelompok,   sebagian besar tugas dikerjakan sesuai petunjuk guru, sebagian besar melakukan akivitas siswa tanpa disuruh guru.  
(3)     Kemampuan menyelesaikan masalah pada siklus II menunjukan peningkatan,  semua siswa sudah mampu menyelesaikan masalah dengan baik.
(4)     Kemampuan interaksi sosial pada siklus II menunjukan peningkatan. Sebagian besar sudah mampu berkomunikasi efektif dan menghormati gagasan orang lain. 
(5)     Pemahaman konsep yang dapat dilihat dari penilaian pre tes dan post tes pada siklus II mengalami peningkatan dari siklus I, siswa mampu mengerjakan pretes dan postes dimana  hanya satu siswa tidak tuntas.   
(6)     Respon siswa terhadap pembelajaran model PBL pada siklus II mengalami peningkatan dari siklus sebelumnya. Penerapan model PBL telah melatih siswa untuk berani menanggapi dan menghargai orang lain,mendorong siswa untuk berfikir kritis dalam menyelesaikan suatu permasalahan.

Pembahasan  
Observasi aktivitas guru yang meliputi 3 (tiga) aspek yaitu kegiatan awal (menyiapkan pembelajaran, memberikan apersepsi dan motivasi, menyampaikan tujuan pembelajaran), kegiatan inti (membagi siswa dalam kelompok, memberi tugas LKS, memberikan tugas mengumpulkan informasi, membimbing siswa dalam diskusi, memberi tugas siswa untuk memilih dan merumuskan permasalahan yang dipilih, merancang metode, membuat proposal dan mempresentasikannya serta melakukan eksperimen dan membuat laporan akhir ),  dan kegiatan akhir (melaksanakan evaluasi dan tindak lanjut ).  Hasil penilaian  observasi aktivitas guru disajikan pada gambar 1.
Dari gambar 1 dapat dilihat obsevasi aktivitas guru mengalami peningkatan. Total nilai pada pertemuan ke 1 Siklus I hanya mencapai 33 (kategori baik), dan terus meningkat hingga siklus II mencapai 46  ( sangat baik). Aktivitas yang rendah pada siklus I diduga karena :  (1) instruksi yang tidak jelas
                      


kepada siswa dalam membagi kelompok, (2) model pembelajaran PBL yang  masih asing bagi siswa karena tidak terbiasa untuk menganalisis permasalahan, (3) guru masih mendominasi. Namun pada pertemuan selanjutnya sudah mulai ada peningkatan yang signifikan. Setiap aspek kegiatan pembelajaran sudah semakin terarah dan jelas. Hal ini  terus mengalami perbaikan pada siklus II sehingga aktivitas guru semakin efektif dan efisien dan pembelajaran bisa optimal.
Hasil observasi  aktivitas kegiatan guru seperti yang tersebut diatas sejalan dengan penelitian Norhasanah (2012) yang menyatakan terjadi peningkatan aktivitas guru pada pembelajaran materi listrik dinamis pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Tanta menggunakan model pembelajaran PBL  terjadi peningkatan aktivitas guru  dari kategori cukup baik sebesar 78 menjadi sangat baik dengan nilai 87 dan pada siklus ke III  dengan nilai 88 .
Aktivitas  siswa yang meliputi keaktifan, keantusiasan dan keceriaan dalam pembelajaran pada setiap pertemuan, baik siklus I maupun Siklus II mengalami peningkatan seperti yang disajikan pada gambar 2. 



 
Pada gambar 5 diatas dapat dilihat pada siklus I ativitas siswa yang meliputi keaktifan, keantusiasan dan keceriaan sebagian besar masih dalam kriteria “sedang’, hal ini diduga karena  masih ada beberapa siswa yang belum mau melaporkan hasil kerja kelompok, belum terlibat diskusi dan bekerjasama dengan baik, belum terlibat mengemukakan idenya, belum menunjukan sikap ingin tahu dan hanya diam saja, ada beberapa siswa belum berusaha meningkatkan diri. Pada siklus II meningkat menjadi kategori  “baik (95,24%) meningkat tajam sebesar 92,36 %. Peningkatan ini  diduga karena siswa sudah mulai memahami pembelajaran PBL dengan baik, sebagian besar siswa menyenangi kegiatan eksperimen siswa yang menghasilkan hasil karya, sebagian besar siswa menyenangi kegiatan presentasi dan diskusi yang menampilkan hasil karya mereka, selain itu  reward berupa gebyar bintang yang diberikan guru memotivasi siswa untuk memberikan yang terbaik untuk kelompoknya.  
Kemampuan menyelesaikan masalah yang meliputi pemahaman masalah, mengidentifikasi masalah, menemukan penyebab masalah dan solusi masalah (Rais, 2010). Kemampuan menyelesaikan masalah    pada setiap siklus mengalami peningkatan seperti disajikan pada gambar 3.
 

Pada gambar 3 diatas dapat dilihat pada pertemuan ke 1 siklus I sebagian besar ada pada rentang nilai 8-11 dengan  kategori “sedang”. Kemampuan menyelesaikan masalah mulai meningkat pada pertemuan ke 2 siklus I dimana kategori “baik’ menjadi 33,3% (14 siswa) naik sebesar 28,5% dan terusmeningkat hingga siklus II.  
Pada siklus I diduga sebagian siswa ( ± 14%)  masih belum  membaca masalah dan sebagian kecil siswa (± 4%) siswa tidak mampu mengidentifikasi masalah.  Sebagian besar siswa pada siklus I ini cukup mampu membaca masalah, mampu mengidentifiksi masalah namun belum runtut, mampu menemukan penyebab masalah namun kurang mampu memilih permasalahan utama untuk eksperimen, dan dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok maupun diskusi kelas siswa sesekali mampu mencari solusi permasalahan. 
Pada siklus II kemampuan siswa untuk menyelesaikan masalah sudah meningkat bahkan pada pertemuan ke 2 siklus II kemampuan menyelesaikan masalah dengan kategori “baik” mencapai 54,8 % dan kategori “sangat baik” mencapai 45,2 %.  Hal ini diduga karena sebagian siswa sudah mampu membaca masalah dan meyakini diri telah memahami dengan benar ditandai dengan fakta dan ungkapan yang jelas, nada bicara tepat, memberi contoh dengan kata-kata sendiri dan mengklarifikasi, sebagian siswa mampu mengidentifikasi masalah secara runtut dan jelas sehingga memudahkan untuk merumuskan masalah , sebagian siswa mampu menemukan penyebab masalah yang ditandai dengan adanya pemahaman akar permasalahan, siswa  mampu memilih permasalahan utama untuk ekperimen, dan sebagian siswa mampu  menyelesaikan tugas-tugas kelompok dan siswa mampu mencari solusi permasalahan. 
Kemampuan interaksi sosial yang meliputi kemampuan komunikasi efektif, mendengarkan orang lain, menghormati gagasan orang lain, sumbang gagasan dan tanggung jawab  (Sholahuddin, 2011).  Kemampuan interaksi sosial pada setiap siklus mengalami peningkatan seperti disajikan pada gambar 4.


Pada gambar 4 diatas dapat dilihat pada siklus I sebagian besar siswa kategori “sedang”, diduga karena masih ada sebagian siswa (±24% ) berkomunikasi secara kurang efektif ditandai dengan ungkapan yang cukup jelas dan nada bicara tepat, sebagian siswa (±24%) siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok maupun diskusi hanya sesekali menyumbangkan gagasannya, sebagian siswa (±36%) hanya sesekali terlibat dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok dan melaksanakan tugas-tugas individu dengan baik dan tepat waktu. Kemampuan interaksi sosial    mengalami peningkatan yang signifikan mulai siklus II. Pada pertemuan ke 2 siklus II kemampuan interaksi sosial meningkat menjadi sebesar 69% (29 siswa) untuk kategori “sangat baik” atau naik sebesar 56.6% dan kategori “baik” menurun sebesar 31% (13 siswa) atau turun sebesar 66,6%.
Peningkatan yang cukup tajam pada siklus II ini diduga karena sebagian besar siswa sudah berkomunikasi  efektif yang ditandai dengan ungkapan yang jelas, nada bicara tepat dan dengan kata-kata sendiri, sebagian besar siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok maupun diskusi sering menyumbangkan gagasannya dan sebagian besar siswa selalu terlibat dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok dan melaksanakan tugas-tugas individu dengan baik dan tepat waktu, sering  mendengarkan orang lain yang berbicara dan berpendapat dan sering menunjukan sikap  menghormati gagasan orang lain. 
Peningkatan aktivitas guru dan siswa berdampak langsung pada peningkatan hasil belajar siswa.  Menurut Sujana (2005) pemahaman siswa adalah kemampuan siswa untuk memahami konsep atau memecahkan masalah yang bisa diukur melalui tes hasil belajar berupa pre tes dan pos tes sertapenyelesaian lembar kerja siswa.   Berdasarkan hasil penelitian Siklus I dan II dapat dilihat dengan menggunakan model pembelajaran PBL  terjadi peningkatan pemahaman konsep terhadap pembelajaran seperti gambar 5


Dari gambar 5 dapat dilihat pada silus I pada hasil pos tes ada sebanyak 69,05 % (29 siswa) yang tuntas secara klasikal. Ada sebanyak 13 siswa yang masih tidak tuntas. Karena model pembelajaran PBL masih asing bagi siswa sehingga pada siklus I siswa belum memperoleh hasil maksimal.  Pada siklus II terjadi peningkatan secara signifikan dimana siswa yang tuntas secara klasikal saat pos tes sudah mencapai 97,62 % (1 siswa tidak tuntas), dengan rata-rata nilai 81,79,  sehingga dapat dikatakan siswa sudah “tuntas” dalam pembelajaran.  Hasil ini sejalan dengan hasil lembar kerja siswa dimana semua kelompok mendapat kategori “sangat baik” dengan nilai rata-rata kelompok 88,87.  Adanya peningkatan pemahaman konsep pada siklus II ini diduga siswa sepenuhnya sudah memahami pembelajaran dengan menggunakan model PBL walaupun pada siklus II ini dengan materi pelajaran yang berbeda.  Siswa sangat menikmati pembelajaran karena saling berinteraksi antar teman sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan masalah dan tugas-tugas.
Eksperimen siswa  meliputi unjuk kerja, langkah kerja dan keselamatan kerja, ketepatan waktu praktik, kerjasama tim dalam praktik (Rais, 2010).  Eksperimen dilakukan  di rumah dimulai setelah pertemuan ke 2 siklus I.  Penilaian eksperimen siswa disajikan pada gambar 6.


Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa eksperimen kategori “sangat baik” sebesar 88,10% (37 siswa) dan kategori “baik” sebesar 11,90% (5 siswa).  Sebanyak 26 % (11 siswa) terampil menggunakan alat dan bahan, penggunaan kurang sesuai dengan SOP.   Sebanyak 23,8% (10 siswa) melakukan eksperimen dengan urutan kegiatan praktik kurang sistematis dan kurang memperhatikan keselamatan kerja, sebanyak 76,2 % (32 siswa) melakukan eksperimen dengan urutan kegiatan praktik sangat sistematis dan memperhatikan keselamatan kerja.  Sebanyak 11,9 %  (5 siswa) menggunakan waktu untuk menyelesaikan praktik kurang tepat, produk belum selesai, sebanyak 42,9 % (18 siswa) menggunakan waktu untuk menyelesaikan praktik dan sebanyak 45,2 % (19 siswa) menggunakan waktu untuk menyelesaikan praktik secara tepat, produk selesai.
Keberhasilan pembelajaran ini juga ditunjukkan oleh respon siswa yang positif terhadap penerapan model PBL  dalam pembelajaran pengelolaan limbah. Respon siswa terhadap model PBL disajikan pada gambar 7.


Pada gambar 7 dapat dilihat  hasil respon siswa “positif”  dimana terjadi peningkatan respon pada setiap siklus.  Pada siklus I  respon siswa dengan kategori “sangat baik” sebesar 42,86 % (18 siswa) dan kategori “baik” sebesar 57,14% (24 siswa). Sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan menjadi kategori “sangat baik” sebesar 71,43%     (30 siswa) dan kategori “baik” sebesar 28,57 % (12 siswa).    Sebagian besar siswa memberikan respon positif, yaitu  siswa senang belajar dengan menggunakan model PBL, pembelajaran PBL dapat meningkatkan prestasi siswa, pembelajaran PBL mendorong siswa untuk mengetahui lebih jauh suatu permasalahan, pembelajaran PBL mendorong siswa untuk berani menyampaikan gagasan, mendorong siswa untuk berani menanggapi, mendorong siswa untuk mengharhai pendapat orang lain,mendorong siswa untuk mampu berkomunikasi efektif, dan pembelajaran model PBL dapat diterapkan pada pembelajaran IPA lainnya.  

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :
(1)   Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning  dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah kelas XI-1 Perawat Kesehatan pada kompetensi pengelolaan limbah. Pada pertemuan ke2 siklus I kemampuan menyelesaikan masalah dengan kategori”baik” sebesar 33,30%, kategori “sedang” sebesar  64,30% dan kategori “kurang” sebesar 2,40%, sedangkan pada pertemuan ke2 siklus II meningkat dengan kategori “sangat baik” sebesar 45,20% dan kategori “baik” sebessar 54,80%.
(2)   Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning  dapat meningkatkan kemampuan interaksi sosial.  Pada pertemuan ke2 siklus I kemampuan interaksi sosial dengan kategori “baik” sebesar  42,90% dan kategori “ sedang” sebesar 57,10%, sedangkan pada pertemuan ke 2 siklus II meningkat dengan kategori “sangat baik” sebesar 69,00% dan kategori “baik” sebesar 31,00%.
(3)   Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah melalui pemahaman konsep. Nilai rata-rata siswa meningkat dari 72,5 menjadi 81,79.  Ketuntasan klasikal juga mengalami peningkatan dari 69,05% pada siklus I menjadi 97,62% pada siklus II.
(4)   Siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran dengan menggunakan model PBL. Pada siklus I  respon siswa dengan kategori “sangat baik” sebesar 42,86 %  dan kategori “baik” sebesar 57,14%. Sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan menjadi kategori “sangat baik” sebesar 71,43%  dan kategori “baik” sebesar 28,57 %.   
Saran
(1)     Guru Mata diklat IPA Terpadu hendaknya mencoba menerapkan pembelajaran model PBL  pada pembelajaran IPA lainnya untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis dalam menyelesaikan permasalahan dalam pembelajaran.
(2)     Guru hendakmya memperluas wawasan dan merencanakan pembelajaran secara lebih kreatif dan inovatif untuk dapat melaksanakan dan menerapkan metode dan model pembelajaran lainnya sehingga bisa memberikan variasi atau alternatif dalam proses pembelajaran
(3)     Guru harus dapat memotivasi siswa untuk mengadakan persiapan belajar di rumah sebelum materi disampaikan di sekolah dengan cara memberi tahu siswa bahwa setiap kali pertemuan akan diadakan pre tes dan pos tes sehingga siswa termotivasi untuk belajar sebelum materi disampaikan.
(4)     Diperlukan penelitian lanjutan terhadap model pembelajaran PBL dengan melihat bagaimana individu (siswa) belajar untuk berkonsentrasi pada proses dan menguasai informasi yang sulit dan baru melaluipersepsi yang berbeda sehingga siswa cepat memahami dan mengingat informasi. Dengan mengelompokan siswa kedalam kelompok berdasarkan gaya belajarnya diharapkan siswa bisa lebih cepat menyerap informasi.




DAFTAR RUJUKAN

Ananda, Ridho.  2011.  Project Based learning.  Http:/modelpembelajaranonline.blogspot.com/2011/04/projeck-based-learning.html
Arends, Richard I.  2008. Learning to Teach.  Yogyakarta. Pustaka Pelajar

Norhasanah,S.  2012.  Meningkatkan Hasil Belajar Materi Listrik Dinamis pada Siswa Kelas XA SMAN 1 Tanta Menggunakan Model Problem Based learning Tahun Ajaran 2011/2012. Penelitian Tindakan Kelas.  Dinas Pendidikan dan kebudayaan Kabupaten Tabalong

Rais.  2010.  Pengembangan Model Project Based Learning.  Suatu Upaya Meningkatkan Kecakapan Akademik Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin UNM.  Laporan Penelitian  Tahun I DP2M DIKTI-LEMLIT UNM.
Sholahuddin, A.  2012.  Pengembangan Instrumen.  Tugas Mata Kuliah Penunjang Disertasi.  PPS prodi Pend. Sains Unesa Surabaya.
Sudjana, N.  2005.  Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.  Bandung.  PT. Remaja Rosdakarya.
Sutriani, NK.  2008. Penerapan Model Problem Based Learning untuk MeningkatkanKemampuan Komunikasi Matematika Siswa kelas VIIIA SMPN 6 Singaraja.  Skripsi(Tidak Diterbitkan).  Jurusan pendidikan Matematika.  FMIPA UNDIKSHA.

Utomo, SB; Haryono; Dewi, RS. 2012.  Upaya Peningkatan Interaksi Sosial dan Prestasi Belajar Siswa dengan Problem Based Learning pada Pembelajaran Kimia Pokok Bahasan Koloid di SMAN 5 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012.  Jurnal Pendidikan Kimia Vol 2 No.1 Tahun 2013.  Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret.  Surakarta.
kgp2tabalong - Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Masalah dan Interaksi Sosial pada Pembelajaran Pengelolaan Limbah Menggunakan Model Pembelajaran PBL
readmore_tumb
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Komunitas Komunitas