MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PENGOLAHAN
LIMBAH BERDASARKAN GAYA KOGNITIF SISWA MENGGUNAKAN
MODEL PEMBELAJARAN
PROBLEM
BASED LEARNING
Ani Haryati1,
Arif Sholahuddin2
1SMK
Negeri 1 Murung Pudak Tabalong Kalimantan Selatan
2Prodi
Pendidikan Kimia PMIPA FKIP Unlam Banjarmasin
ABSTRAK
Telah dilakukan
penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk (1) meningkatkan
kemampuan menyelesaikan masalah berdasarkan gaya kognitif, (2) meningkatkan
kemampuan interaksi sosial, (3) meningkatkan
pemahaman konsep, (4) mengetahui keterampilan
psikomotorik, dan (5) mengetahui
respon siswa terhadap penerapan model Problem Based Learning (PBL). Penelitian
tindakan kelas, yang telah dilaksanakan sebanyak 2
siklus. Subjek penelitian adalah 33 siswa kelas XI-1 Program Keahlian Perawat Kesehatan SMKN 1 Murung Pudak Kabupaten
Tabalong. Instrumen penelitian berupa lembar observasi aktivitas guru dan
siswa, angket respon siswa, pemahaman konsep (pre tes & pos tes), lembar penilaian kemampuan menyelesaikan masalah, lembar penilaian kemampuan
interaksi sosial dan lembar penilaian
keterampilan psikomotorik. Hasil penelitian menunjukkan (1) Penerapan model
pembelajaran problem based learning
(PBL) dapat meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan
masalah pada kompetensi pengolahan limbah (2) Penerapan model
pembelajaran PBL dapat meningkatkan kemampuan interaksi
sosial siswa (3) Penerapan model pembelajaran PBL dapat meningkatkan pemahaman
siswa terhadap materi pengolahan limbah. (4) Keterampilan psikomotorik semua
siswa dalam melaksanakan eksperimen mencapai kategori “baik” hingga “sangat
baik”. (5) Siswa memberikan
respon “positif” terhadap pembelajaran dengan menggunakan model PBL. (6)
Siswa dengan gaya kognitif FI mengalami peningkatan yang lebih baik pada semua
aspek yang dinilai dibandingkan siswa dengan gaya kognitif F Intermediet maupun
FD. Siswa dengan gaya kognitif FI menyelesaikan masalah secara analitis, detil,
mandiri, rasa ingin tahu yang besar dan
berfikir lebih kritis, sedangkan siswa dengan gaya kognitif FD menyelesaikan
masalah secara global, tergantung petunjuk guru, senang dengan tugas kelompok,
sering meminta saran pada guru.
Kata Kunci: Problem Based Learning (PBL),
kemampuan menyelesaikan masalah, kemampuan interaksi sosial, pemahaman konsep
PENDAHULUAN
Salah satu hal yang dihadapi guru dalam
pembelajaran adalah kurangnya minat dan motivasi siswa untuk belajar di kelas. Banyak guru
yang belum memahami cara-cara yang disukai siswa pada saat belajar. Pada umumnya guru menganggap semua siswa memiliki kemampuan
sama dalam menyerap
pelajaran, meskipun berbeda antara satu siswa dengan siswa
yang lainnya. Hasil evaluasi pada materi limbah dan jenisnya di kelas
XI-1 Program Keahlian Perawat Kesehatan
SMKN 1 Murung Pudak Kabupaten Tabalong
pada tahun sebelumnya, menunjukkan rata-rata ketuntasan pemahaman konsep hanya sekitar 40%,
sedangkan 60% siswa masih belum dapat menguasai konsep tersebut dengan baik atau dibawah
nilai KKM (<70).
Selain itu pada kegiatan diskusi kelompok, interaksi
sosial siswa masih sangat rendah, kebanyakan siswa kurang berinterasi dan
cenderung individualistik. Jika
kondisi pembelajaran seperti tersebut diatas tidak dicarikan pemecahannya, maka
akan berdampak pada rendahnya tingkat capaian tujuan belajar, baik dari segi
proses belajar maupun capaian target kompetensi dasarnya.
Pengolahan limbah merupakan salah
satu pembelajaran kontekstual, yaitu pembelajaran yang menghubungkan materi
pelajaran dengan dunia nyata dan memotivasi siswa agar menghubungkan
pengetahuan dengan kehidupan sehari-hari
sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Masalah pengolahan limbah yang dijadikan fokus
pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga selain
penguasaan konsep, metode ini juga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang
beragam seperti kerjasama dan interaksi sosial lainnya.
Salah satu strategi pembelajaran
kontekstual yang tepat untuk pembelajaran materi pengolahan
limbah adalah model pembelajaran
berbasis masalah (Problem Based Learning/PBL).
PBL merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran
yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah
(Sanjaya, 2008). Menurut
Sutrisno (2006) model PBL memiliki sejumlah karakteristik yang membedakan
dengan model pembelajaran lainnya, antara lain: belajar dimulai dengan suatu
masalah; memastikan
bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa; mengorganisasikan pelajaran di
seputar masalah, bukan
diseputar disiplin ilmu; memberikan
tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan menjalankan secara
langsung proses belajar mereka sendiri; menggunakan kelompok kecil; menuntut siswa untuk
mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk produk atau
kinerja.
Sintak model PBL menurut Arends
(2007) dan Sutriani
(2008) disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Sintak Problem Based learning (PBL)
Fase
|
Kegiatan Guru
|
Kegiatan Siswa
|
Fase 1
Orientasi siswa kepada masalah
|
1. Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada
pembelajaran tersebut
2.
Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih
oleh guru
3.
Peneliti menjelaskan bahan yang
diperlukan
|
1 Siswa mendengarkan
penjelasan guru
2
Mengerjakan pekerjaan yang diberikan
3
Siswa mendengarkan penjelasan guru
|
Fase 2
Mengorganisasikan siswa untuk belajar
|
1. Guru membimbing siswa
memecahkan masalah yang belum dapat dipecahkan oleh siswa serta
mengorganisasikan tugas belajar.
|
1 Siswa mengerjakan tugas kelompok yang diberikan guru dalam buku pelajaran
dan lembar kerja siswa (LKS)
|
Fase 3
Membimbing penyelidikan idividu maupun kelompok
|
1. Guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan ninformasi yang sesuai permasalahan.
2.
G Guru mendorong siswa melaksanakan diskusi untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
|
1. Siswa
mengamati objek yang sesuai dengan masalah yang ada dalam buku pelajaran dan
lembar kerja siswa (LKS)
2.
Siswa melakukan diskusi kelompok
|
Fase 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
|
1. Guru membantu siswa dalam
merrencanakan dan menyiapkan karya seperti laporan, model yang membantu
mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
|
1. Siswa menunjukan hasil diskusi di depan kelas.
|
Fase 5
Menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah
|
1. Guru membantu siswa untuk melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap proses.
|
1. Siswa menilai pekerjaanya sendiri dengan cara membandingkan dengan
pekerjaan teman yang benar
|
Salah satu
faktor psikologis yang membedakan antara satu siswa dengan yang lain adalah
gaya kognitif. Menurut Messick (Danili & Reid, 2006)
gaya kognitif merupakan modus khas dalam mempersepsi, mengingat, berpikir dan
memecahan masalah, mengambil keputusan yang mencerminkan keteraturan pengolahan
informasi yang berkembang dengan cara yang menyenangkan. Hal ini berkenaan
dengan keragaman karakteristik pada setiap orang dalam mengolah informasi yang
diterima dalam mental yang selanjutnya muncul dalam bentuk gagasan. Dengan
demikian akan dijumpai gaya kognitif yang berbeda-beda, ketika seseorang
memecahkan masalah.
Gaya kognitif dapat dibedakan
menjadi dua kutub yang berbeda yakni field
dependent (FD) dan field independent
(FI). Seseorang yang memiliki dengan skor tes gaya kognitif berada diantara
keduanya digolongkan sebagai field
intermediet.Secara umum gaya kognitif FI memiliki
karakteristik berpikir analitik, kompetitif, independen, mempunyai tujuan, sasaran, strategi dan
penguatan diri sendiri, termotivasi secara intrinsik, kurang keterampilan
sosial/lebih menyukai tugas-tugas individual, dan terstruktur dan terorganisir
dalam belajar. Sementara siswa
dengan gaya kognitif FD memiliki sifat sebaliknya (Davis, 2006; Cano, 1993).
Gaya kognitif tidak identik
dengan kemampuan, tetapi menunjukkan cara yang sesuai dengan masing-masing
individu (style). Setiap
gaya kognitif memiliki kelebihan dan kelemahan dalam pencapaian hasil belajar. Oleh karena itu kedua tipe gaya
kognitif, dapat sama-sama berhasil dalam menyelesaikan masalah atau
pembelajaran, asalkan pembelajaran mampu menfasilitasi siswa dengan cara yang
sesuai dengan dirinya. Meskipun banyak penelitian menyebutkan bahwa siswa
dengan gaya kognitif FI umumnya lebih berhasil dalam pembelajaran dibandingkan
siswa dengan gaya kognitif FD. Ratumanan (2003) melaporkan bahwa siswa SMP
dengan gaya kognitif FI memiliki hasil belajar matematika yang lebih baik
dibandingkan siswa FD. Hasil penelitian Reta (2012) menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan dalam
keterampilan berfikir kritis antara kelompok siswa dengan gaya kognitif FI
dan siswa dengan gaya kognitif FD. Gaya
kognitif FI lebih unggul daripada siswa yang memiliki gaya kognitif FD dalam
pencapaian berfikir kritis (menyelesaikan masalah). Guru
dituntut untuk dapat menilai tipe gaya kognitif siswa, kemudian memilih dan
menerapkan strategi pembelajaran yang tepat sesuai dengan
perbedaan gaya kognitif mereka.
Sesuai
dengan karakteristik model PBL penelitian ini menitikberatkan pada peningkatan
kemampuan siswa menyelesaikan masalah, yang meliputi kemam-puan memahami masalah,
mengidentifikasi masalah, mengetahui penyebab masalah dan memberikan solusi
dari permasalahan. Selain itu diharapkan
siswa dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan
masalah, baik kelompok siswa yang belajar dengan gaya kognitif FI maupun FD,
diharapkan juga kelompok siswa dengan gaya kognitif FD mampu menyelesaikan
masalah secara lebih analitis.
Berdasarkan
latar belakang di atas, penerapan model pembelajaran PBL pada pembelajaran
materi pengolahan limbah, diharapkan dapat: meningkatkan
kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah, meningkatkan
kemampuan interaksi sosial, meningkatkan
pemahaman konsep, melatihkan keterampilan psikomotorik, dan menjadikan belajar lebih menyenangkan bagi siswa.
METODE PENELITIAN
Rancangan
penelitian. Penelitian ini
menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian dilaksanakan di SMKN 1 Murung Pudak dan di luar sekolah
(lingkungan sekitar tempat tinggal siswa), Kabupaten Tabalong. Penelitian dimulai pada bulan Juli sampai Desember 2013. Penelitian dilakukan
dalam 2 siklus, masing-masing siklus dilaksanakan 2 kali pertemuan. Subjek
penelitian adalah siswa kelas
XI-1 perawat kesehatan sebanyak 33 orang.
Pengumpulan
data. Data yang diambil adalah data
kuantitatif, yaitu hasil tes dan nilai LKS. Data kualitatif terdiri dari gaya
kognitif siswa, observasi aktivitas guru dan siswa, angket respon siswa,
pemahaman konsep (pre tes dan pos tes), kemampuan menyelesaikan masalah, kemampuan interaksi sosial dan keterampilan psikomotorik.
Analisis
data. Data gaya kognitif siswa dikumpulkan
menggunakan instrument tes yang dikembangkan oleh (Oltman dkk, 1971) dan
selanjutnya dianalisis untuk
menggolongkan siswa ke dalam gaya kognitif FI dan FD, Jika siswa memperoleh
skor 0-6 memiliki gaya kognitif FD dan skor 7-11 memiliki gaya kognitif
Intermediat (antara FI dan FD), dan skor 12-18 memiliki gaya kognitif FI.
Aktivitas
guru dianalisis dari hasil penilaian
lembar observasi aktivitas guru berdasarkan rentang nilai sebagai berikut: nilai 40-48 kategori sangat baik, nilai 31-39
kategori baik, nilai 22-30 kategori sedang dan ≤ 21 kategori kurang. Aktivitas
siswa dianalisis dari hasil penilaian lembar
obsevasi aktivitas siswa dinilai untuk
masing-masing aspek,
dinilai oleh observer dengan rentang nilai sebagai berikut: nilai 40-48 kategori sangat baik, nilai 31-39 kategori
baik, nilai 22 -30 kategori sedang dan
nilai ≤ 21 kategori kurang.
Kemampuan
menyelesaikan masalah yang meliputi indikator aspek pemahaman masalah, mengidentifikasi masalah, menemukan
penyebab masalah dan solusi permasalahan dianalisis dari hasil penilaian unjuk
kerja kemampuan menyelesaiakn masalah berdasarkan rentang nilai sebagai berikut : nilai 14-16 kategori sangat baik, nilai 11-13
kategori baik, nilai 8-10 kategori sedang dan nilai ≤ 7 kategori kurang.
Kemampuan
interaksi sosial yang meliputi kemampuan komunikasi efektif, mendengarkan orang
lain, menghormati gagasan orang lain dan menyumbangkan gagasan dan bertanggung
jawab dianalisis dari hasil penilaian unjuk kerja interaksi sosial berdasarkan rentang nilai sebagai berikut : nilai 17- 20 kategori
sangat baik, nilai 13-16 kategori baik, nilai 9-12 kategori sedang dan
nilai ≤ 8 kategori kurang.
Keterampilan
psikomotorik siswa dalam melakukan eksperimen meliputi merancang dan melakukan
percobaan, langkah kerja dan keselamatan kerja, ketepatan waktu praktik
dianalisis dari hasil penilaian eksperimen siswa berdasarkan rentang nilai sebagai berikut: nilai 10-12 kategori sangat
baik, nilai 7-9 kategori baik, nilai 4-6 kategori sedang dan nilai ≤ 3 kategori kurang.
Pemahaman konsep siswa dianalisis
dari hasil pretes dan postes dengan sistem penilaian untuk mengetahui
ketuntasan belajar siswa, baik secara individual maupun klasikal dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
a) Ketuntasan
individual : Jumlah skor X 100
Jumlah skor
maksimal
b) Ketuntasan klasikal : Jumlah
siswa yang tuntas X 100%
Jumlah seluruh siswa
Keterangan
:
(1)
Ketuntasan individual : jika siswa mencapai
ketuntasan ≥ 70%
(2)
Ketuntasan klasikal : jika ≥ 85% dari seluruh
siswa mencapai ketuntasan ≥ 70%
Pemahaman konsep siswa selama
proses belajar ditafsirkan secara kualitatif berdasarkan rentang nilai, yaitu
nilai 76-100 % katergori baik, nilai 56- 75 % kategori sedang, nilai 40-55 %
kategori kurang dan nilai ≤ 40 %
kategori buruk (Sudjana, 2005).
Respon siswa terhadap model
pembelajaran PBL ditafsirkan secara kualitatif berdasarkan rentang nilai, yaitu
nilai 33-40 kategori sangat baik, nilai 25-32 kategori baik, nilai 17-24
kategori sedang dan ≤ 16 kategori kurang.
Indikator
keberhasilan tindakan. Penelitian ini dikatakan berhasil jika: (1) Secara individual siswa mencapai
ketuntasan belajar dengan mendapatkan nilai ≥
70 atau tingkat penguasaan 70% dan secara
klasikal sebanyak ≥ 85% dari
seluruh siswa telah tuntas
belajar (2) Terjadi peningkatan keterampilan dalam hal
kemampuan menyelesaikan masalah yang meliputi: memahami masalah,
mengidentifikasi masalah, menemukan penyebab masalah dan memberikan solusi
permasalahan selama proses belajar mengajar dengan menggunakan format
pengamatan unjuk kerja kemampuan
menyelesaikan masalah. Kemampuan
menyelesaikan masalah akan berhasil jika
tercapai kategori “baik” (3) Terjadi peningkatan keterampilan interaksi
sosial yang meliputi: kemampuan
berkomunikasi secara efektif, kemampuan mendengarkan orang lain, kemampuan
menghormati gagasan orang lain, kemampuan
menyumbangkan gagasan dan bertanggung jawab selama proses belajar mengajar
dengan menggunakan format pengamatan unjuk kerja kemampuan interaksi
sosial. Kemampuan interaksi sosial akan
berhasil jika tercapai kategori “baik, dan (4) Siswa
memberi respon “positif” atau kriteria
“baik” pada pembelajaran kompetensi pengolahan limbah yang
menerapkan model PBL.
HASIL PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Penelitian diawali dengan kegiatan
mengukur gaya kognitif siswa dengan menggunakan tes GEFT (Witkin et all, 1971) pada tanggal 29 Agustus
2013. Hasil pengukuran terdiri dari 1 kelompok FI, 3 kelompok Intermediat
(antara FI dan FD) dan 2 kelompok FD.
Pengumpulan data dalam bentuk lembar penilaian, observasi dan angket
dimulai dari tanggal 12 September sd 10 Oktober 2013.
Siklus I
Perencanaan (planning)
Guru
menyiapkan perangkat pembelajaran serta alat dan bahan yang diperlukan dalam
kegiatan pembelajaran meliputi: RPP dan
LKS, instrumen penilaian (pretes, postes, menyelesaikan masalah,interaksi
sosial, keterampilan psikomotorik), dan lembar pengamatan aktivitas guru dan
siswa.
Pelaksanaan (acting)
Guru menerapkan pembelajaran PBL
dengan langkah-langkah: (1) apersepsi, (2) menyampaikan tujuan pembelajaran,
(3) pretes, (4) bagi kelompok berdasarkan gaya kognitif, (5) memberikan
pertanyaan/permasalahan seputar limbah, (6) mengerjakan LKS, (7) mempresentasikan,
(8) merumuskan dan merancang metode untuk eksperimen, (9) menyusun proposal
sederhana dan mempresentasikan (10) menugaskan untuk melakukan eksperimen di
rumah.
Observasi (observing)
Observasi
atau pengamatan dilaksanakan selama penelitian berlangsung dengan sasaran: (1)
siswa, untuk mengetahui aktifitasnya selama mengikuti pembelajaran, (2) guru,
untuk mengetahui aktifitas dalam penerapan metode pendekatan PBL. Pada kegiatan
pengamatan ini, peneliti dibantu oleh 2 orang guru, yaitu Elfera S.Pd dan
Kartini S.Pd. Hasil observasi siklus I disajikan pada tabel 2.
Aktivitas
guru
Observasi
aktivitas guru yang meliputi 3 (tiga) aspek yaitu kegiatan awal (menyiapkan
pembelajaran, memberikan apersepsi dan motivasi, menyampaikan tujuan
pembelajaran), kegiatan inti (membagi siswa dalam kelompok, memberi tugas LKS,
memberikan tugas mengumpulkan informasi, membimbing siswa dalam diskusi,
memberi tugas siswa untuk memilih dan merumuskan permasalahan yang dipilih,
merancang metode, membuat proposal dan mempresentasikannya serta melakukan
eksperimen dan membuat laporan akhir),
dan kegiatan akhir (melaksanakan evaluasi dan tindak lanjut).
Tabel 2. Hasil penilaian aktivitas guru dan siswa,
menyelesaikan masalah, interaksi sosial, pemahaman konsep dan respon siswa pada siklus I
No.
|
Kegiatan
|
Kate-
|
Siklus I
|
||
gori
|
Pertemuan
|
Pertemuan
|
|||
Ke-1
|
Ke-2
|
||||
1
|
Aktivitas guru
|
32,5
|
41
|
||
2
|
Aktivitas siswa
|
B
|
27,30%
|
||
S
|
63,60%
|
||||
K
|
9,10%
|
||||
3
|
Kemampuan menyelesaikan masalah
|
SB
|
-
|
3,00%
|
|
B
|
27,30%
|
48,50%
|
|||
S
|
69,70%
|
48,50%
|
|||
K
|
3,00%
|
-
|
|||
4
|
Kemampuan interaksi sosial
|
SB
|
-
|
-
|
|
B
|
39,40%
|
57,60%
|
|||
S
|
60,60%
|
42,40%
|
|||
5
|
Pemahaman konsep :
|
||||
a. rata-Rata
|
75,36
|
||||
b. ketuntasan Individual
|
23
|
||||
c. ketuntasan Klasikal
|
69,70%
|
||||
6
|
Respon siswa
|
SB
|
66,67%
|
||
B
|
33,33%
|
||||
Aktivitas
guru pada pertemuan ke 1 masih sangat dominan dan belum mengakomodir siswa
berdasarkan gaya kognitifnya (memperlakukan sama semua siswa dalam menerima
pelajaran), waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran bertambah 20 menit,
nilai aktivitas guru mencapai 32,5 atau dalam kategori baik, namun pada
pertemuan ke 2 proses pembelajaran mulai lancar, meskipun belum sepenuhnya
mengakomodir siswa yang mempunyai gaya belajar berbeda. Nilai aktivitas guru
menjadi 41 atau meningkat sebanyak 8,5 dari pertemuan ke 1 dan dalam kategori
sangat baik.
Aktivitas
siswa
Aktivitas
siswa yang meliputi keaktifan (mau mengerjakan tugas dari guru, tugas
dikerjakan sesuai petunjuk guru, mau berdiskusi dan bekerjasama, mau mencatat
apa yang dipelajari, mau melaporkan hasil kerja), keantusiasan (mau mendengar
dan memperhatikan, manunjukan sikap ingin tahu, mau mengemukakan
idenya,menyelesaikan tugas dengan tepat waktu, berusaha untuk meningkatkan
kemampuan diri dewngan tidak berputus asa mencari jawaban ) dan keceriaan (wajah
berseri-seri dalam belajar, tidak mengantuk saat berada dikelas/tidak sering
menguap/meletakan kepala diatas meja) (Dewi, 2008).
Pada
siklus I sebagian besar siswa baik yang
memiliki gaya kognitif FI,
intermediat dan FD masih dalam kategori “sedang” (63,60%), sedangkan 27%
berada dalam kategori “baik” yang dicapai oleh siswa dengan gaya kognitif FI.
Kemampuan
menyelesaikan masalah
Kemampuan menyelesaikan masalah
meliputi kemampuan pemahaman masalah, kemampuan mengidentifikasi masalah,
menemukan penyebab masalah dan kemampuan solusi masalah (Rais, 2010). Kemampuan
menyelesaikan masalah pada pertemuan ke 1 sebagian besar masih dalam kategori
“sedang” (69,70%) dan sebanyak 27,30%, yang semuanya siswa dengan gaya kognitif
FI mencapai kategori “baik”. Pertemuan ke 2
kategori “baik” meningkat tajam menjadi 48,5 % (16 siswa), meningkat
sebanyak 21,2 %, yang terdiri dari siswa FI dan intermediat.
Kemampuan interaksi sosial
Kemampuan
interaksi sosial meliputi kemampuan komunikasi efektif, kemampuan mendengarkan
orang lain, kemampuan menghormati gagasan orang lain, kemampuan menyumbangkan
gagasan dan kemampuan bertanggung jawab (Sholahuddin, 2012). Interaksi sosial
pada pertemuan ke 1 sebagian besar masih dalam kategori “sedang” (60,60%). Pada
pertemuan ke 2 siswa yang mencapai kategori baik meningkat dari 39,4% pada
pertemuan ke 1 menjadi 57,60% yang
terdiri dari siswa dengan gaya kognitif
FI dan Intermediat.
Pemahaman
konsep
Pemahaman
konsep meliputi penilaian LKS dan tes tertulis. Penilaian LKS pada siklus I “kelompok polusi
(FI)” memperoleh nilai rata-rata 90
sedangkan “kelompok mercurius (FD)” memperoleh nilai rata-rata 75, sedangkan dari hasil tes siswa yang tuntas pada siklus I hanya
sebanyak 23 siswa (69,70%) dengan kategori “sedang”, sehingga perlu dilanjutkan
perbaikan nilai hasil belajar pada siklus II.
Semua siswa yang tidak tuntas memiliki gaya kognitif field dependent.
Respon
siswa
Hingga
akhir siklus I semua siswa memberikan
respon “positif” terhadap penerapan model pembelajaran PBL dengan
kategori baik hingga “sangat baik”.
Refleksi (reflecting)
Berdasarkan analisis hasil
penelitian pada siklus I, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki, antara lain :
(1)
Aktivitas siswa yang meliputi keceriaan,
keantusiasan dan keceriaan masih dalam taraf ”sedang” karena sebagian siswa FD belum
menunjukan sikap ingin tahu dan hanya diam saja, belum berusaha meningkatkan
diri, belum mau mengemukakan ide dan hanya melakukan kegiatan jika disuruh guru
terus menerus. Hal ini diduga karena siswa gaya kognitif FD umumnya cenderung
pasif, sangat tergantung petunjuk guru, belum bisa menyesuaikan dengan
pembelajaran PBL yang berfikir kritis, belum mandiri seperti siswa gaya
kognitif FI, sehingga perlu perbaikan pada siklus II.
(2)
Kemampuan menyelesaikan masalah yang
meliputi pemahaman masalah dan menemukan penyebab masalah pada sebagian siswa FD
masih mengalami kesulitan, hal ini diduga karena cenderung hanya menerima
informasi/masalah, hanya memahami secara global, tidak terbiasa berfikir
kritis untuk memproses masalah dan menggali lebih jauh permasalahan,
sehingga perlu perbaikan pada siklus II.
(3)
Kemampuan interaksi sosial pada siswa FI cenderung
masih bekerja sendiri-sendiri baik dalam mengerjakan LKS maupun dalam diskusi.
Hal ini diduga siswa dengan gaya kognitif FI cenderung memilih belajar
individual dan independen dan kurang mencari masukan dari temannya, sehingga
untuk terjalinnya interaksi sosial yang lebih baik perlu perbaikan pada siklus
II
(4)
Pemahaman konsep dalam rangka memecahkan
masalah belum tuntas, masih ada sebanyak 10 siswa yang hasil belajarnya “tidak
tuntas” yaitu siswa FD, memerlukan scaffolding
atau bantuan dan motivasi dari guru agar mau dan terbiasa melakukan analisis
masalah, baik dalam belajar maupun ketika mengikuti tes tertulis , sehingga perlu perbaikan pada siklus II.
Siklus II
Perencanaan (acting)
Guru menyiapkan perangkat
pembelajaran untuk siklus berikutnya yang meliputi RPP dan LKS, instrumen penilaian (pretes,
postes, menyelesaikan masalah,interaksi sosial, keterampilan psikomotorik), dan
lembar pengamatan aktivitas guru dan siswa.
Pelaksanaan
Menerapkan langkah selanjutnya
dari pembelajaran PBL, yaitu (1) apersepsi, (2) menyampaikan tujuan pembelajaran, (3) pretes, (4) bagi
kelompok berdasarkan gaya kognitif, (5) mempresentasikan hasil awal eksperimennya, (6) memberi tugas siswa untuk menyempurnakan metode untuk eksperimen ke 2 yang belum berhasil pada
eksperimen sebelumnya, (7) menganalisis data dan membuat kesimpulan hasil ekperimen ke 1, (8) ekperimen ke 2 di rumah, (9) presentasi hasil karya, (10)
membuat laporan akhir hasil karya dan mendokumentasikan, (11) postes.
Observasi
Observasi
atau pengamatan dilaksanakan selama penelitian berlangsung dengan sasaran: (1)
siswa, untuk mengetahui aktifitasnya selama mengikuti pembelajaran, (2) guru,
untuk mengetahui aktifitas dalam penerapan metode pendekatan PBL. Pada kegiatan pengamatan ini, peneliti dibantu
oleh 2 orang guru, yaitu Elfera S.Pd dan Kartini S.Pd. Hasil observasi siklus II disajikan pada tabel 3.
Aktivitas
guru
Pada siklus II guru telah mampu memfasilitasi siswa dengan gaya kognitif
yang berbeda-beda, hal ini dapat dilihat dari nilai aktivitas guru yang terus meningkat dibanding siklus I, yaitu nilai 43 pada pertemuan ke 1 dan 48 pada pertemuan ke 2.
Aktivitas siswa
Aktivitas siswa pada siklus II
mengalami peningkatan dengan kategori “baik” menjadi 96,96 % (32 siswa), meningkat sebesar 69,66%
dibandingkan siklus sebelumnya, baik siswa FI,intermediat maupun FD.
Tabel 3 Hasil penilaian aktivitas guru
dan siswa, menyelesaikan masalah, interaksi sosial, pemahaman konsep, respon siswa dan keterampilan psikomotorik pada siklus II
No.
|
Kegiatan
|
Kategori
|
Siklus II
|
|
Pertemuan
Ke-1
|
Pertemuan
Ke-2
|
|||
1
|
Aktivitas Guru
|
43
|
48
|
|
2
|
Aktivitas Siswa
|
B
|
96,96%
|
|
S
|
3,04%
|
|||
K
|
-
|
|||
3
|
Kemampuan Menyelesaikan Masalah
|
SB
|
15,20%
|
57,60%
|
B
|
84,40%
|
42,40%
|
||
S
|
-
|
-
|
||
K
|
-
|
-
|
||
4
|
Kemampuan Interaksi Sosial
|
SB
|
27,30%
|
36,40%
|
B
|
72,70%
|
63,60%
|
||
S
|
-
|
-
|
||
5
|
Pemahaman Konsep :
|
|||
a. Rata-Rata
|
80,06
|
|||
b. Ketuntasan Individual
|
32
|
|||
c. Ketuntasan Klasikal
|
96,97%
|
|||
6
|
Keterampilan psikomotorik
|
SB
|
66,67%
|
|
B
|
33,33%
|
|||
7
|
Respon Siswa
|
SB
|
71,43%
|
|
B
|
28,57%
|
Kemampuan menyelesaikan masalah
Pada siklus II semua siswa sudah mampu
menyelesaikan masalah dengan baik, dan mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan
dengan siklus I. Pertemuan ke 1 siklus
II kemampuan menyelesaikan masalah dengan kategori “sangat baik” mencapai 15,
60% dan meningkat menjadi 57,60 % pada pertemuan ke 2, selebihnya dalam
kategori baik. Siswa yang mencapai kategori sangat baik dalam penyelesaian
masalah pada pertemuan ke 2 terdiri dari semua siswa FI dan intermediat dan
hanya sebagian kecil siswa FD.
Kemampuan
interaksi sosial
Kemampuan interaksi sosial siswa pada siklus II sebagian besar sudah dalam kategori “baik-sangat baik” meningkat dari
siklus sebelumnya. Pertemuan ke 1 kategori “sangat baik” (27,30 %) yang terdiri dari semua siswa FI dan sebagian siswa intermediat. Pada pertemuan kedua meningkat dengan
kategori “sangat baik” (36,40 %) yang terdiri dari siswa FI dan intermediat
Keterampilan
psikomotorik/eksperimen siswa
Eksperimen siswa yang dilaksanakan pada pertemuan ke 1 siklus II ini
meliputi merancang dan melakukan percobaan, langkah kerja dan keselamatan kerja
serta ketepatan waktu praktik. Semua siswa memiliki
kemampuan psikomotorik dalam melakukan eksperimen. Sebagian besar keterampilan psikomotorik siswa
(66,67%) mencapai kategori sangat baik.
Pemahaman
konsep
Pada siklus II hasil belajar siswa
meningkat tajam, yaitu sebanyak 33 siswa (96, 97 %) mencapai ketuntasan belajar. Hanya 1 (satu) siswa dengan gaya kognitif field dependent yang “tidak tuntas”.
Respon siswa
Hingga siklus II ini siswa memberikan
respon positif terhadap penerapan model PBL pada pembelajaran materi pengolahan
limbah. Siswa yang memberikan respon dalam kategori kategori “sangat baik” mencapai
75,76 %, atau mengalami peningkatan sebesar 9,09 % dari siklus I, yang terdiri
dari siswa dengan gaya kognitif FD, intermediat dan FI.
Refleksi (reflecting)
Perbaikan proses pembelajaran yang
telah dilakukan guru berdasarkan hasil refleksi dari siklus I ternyata mampu
memperbaiki kualitas proses pembelajaran materi pengolahan limbah yang
menerapkan model PBL. Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi hingga
pelaksanaan tindakan pada siklus II, simpulkan beberapa temuan antara lain:
(1)
Aktivitas guru sudah ada peningkatan, guru
sudah bisa mengakomodir siswa yang mempunyai gaya kognitif yang berbeda, mampu
menyimpulkan pelajaran dengan mengajak siswa untuk menumbuhkan kesadaran lingkungan
hidup.
(2)
Aktivitas siswa sudah dalam kategori “baik”, baik yang mempunyai
gaya kognitif FI, intermediat maupun FD,
sebagian besar tugas dikerjakan sesuai petunjuk guru, sebagian besar mau
menunjukan sikap ingin tahu dengan secara mandiri menggali informasi, sebagian
besar mau berusaha meningkatkan kemampuan diri tanpa bantuan guru.
(3)
Kemampuan menyelesaikan masalah pada
siklus II menunjukan peningkatan baik yang mempunyai gaya kognitif FI,
intermediat maupun FD, sebagian besar siswa FD sudah baik dalam pemahaman
masalah dan menemukan penyebab masalah, sedangkan kelompok siswa (Polusi)
dengan gaya kognitif FI menyelesaikan masalah dengan kategori “sangat baik”.
Semua siswa sudah mampu menyelesaikan masalah dengan baik,
(4)
Kemampuan interaksi sosial pada siklus II
menunjukan peningkatan. Sebagian besar siswa baik FI, intermediat maupun FD sudah
mampu berkomunikasi efektif dan menghormati gagasan orang lain. Pada pertemuan ke 2 siklus II kelompok siswa
dengan gaya kognitif FI sudah mampu berinteraksi sosial dengan kategori “sangat
baik”.
(5)
Pemahaman konsep yang dapat dilihat dari
penilaian pre tes dan post tes pada siklus II mengalami peningkatan dari siklus
I, hal ini dapat dilihat dari keterlibatan siswa dalam PBM, selain itu siswa mampu mengerjakan pretes dan postes
dimana sebanyak 96,97 % mencapai
ketuntasan belajar.
(6)
Respon siswa terhadap pembelajaran model
PBL pada siklus II mengalami peningkatan dari siklus sebelumnya dengan kategori
“sangat baik” sebesar 75,76% yang terdiri dari semua siswa FI, intermediat dan
FD. Semua siswa memberikan respon
positif terhadap penerapan model PBL. Penerapan model PBL telah melatih siswa
untuk lebih mandiri dalam menggali permasalahan, dan mendorong siswa untuk
berfikir kritis dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Pembahasan
PBL merupakan
rangkaian aktivitas pembelajaran yang menjadikan masalah autentik sebagai
pendorong terjadinya proses belajar. PBL tidak berfokus pada penyelesaian
sejumlah materi pelajaran, namun lebih menekankan pada upaya melatihkan kemampuan
siswa memecahkan masalah autentik. Oleh karena itu PBL banyak melibatkan
aktivitas berfikir analisis, penemuan (discovery),
kooperatif, dan kemandirian belajar. Melalui penerapan model PBL siswa tidak
sekedar memahami konsep namun berlatih berbagai keterampilan antara lain
keterampilan berfikir, keterampilan proses, keterampilan sosial dan
keterampilan psikomotorik.
Setiap siswa memiliki cara yang
berbeda dalam memproses informasi “gaya kognitif”, sehingga penerapan model PBL
dapat memberikan dampak berbeda pada siswa. Agar penerapan PBL dengan
karakteristik analitik dan kemandirian tersebut dapat berhasil secara optimal, antara
lain perlu mempertimbangkan faktor gaya kognitif siswa. Siswa dengan gaya
kognitif FI yang memiliki ciri berfikir secara analitik dan mandiri dalam
belajar akan cenderung lebih mudah beradaptasi dengan model PBL dibandingkan
siswa siswa dengan gaya kognitif FD. Siswa dengan gaya kognitif FD berfikir
secara global, dan belajar secara pasif, cenderung memerlukan bantuan dan motivasi
yang lebih dari guru agar mereka mampu mencapai hasil belajar secara optimal.
Hasil observasi aktivitas guru dalam
pelaksanaan tindakan disajikan pada gambar 1.
Gambar 1 menunjukkan bahwa aktivitas
guru mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Pada awal pertemuan ke 1
siklus I terdapat nilai rendah pada kegiatan inti, yaitu memperlihatkan video
tentang pengelolaan sampah. Hal ini karena:
(1)
guru tidak menayangkan video tersebut akibat
gangguan teknis (listrik mati) sehingga
siswa langsung diarahkan ke lokasi pembuangan sampah sementara (TPS) sekolah
untuk identifikasi jenis limbah
(2)
model pembelajaran PBL yang masih asing bagi siswa karena tidak terbiasa
untuk menganalisis permasalahan sehingga pada kegiatan inti memerlukan waktu
lebih lama setengah jam dari perencanaan.
(3)
guru berulang kali memberikan pengarahan
ketika mengerjakan LKS dan diskusi kelompok sehingga terkesan guru masih
mendominasi.
Pada
pertemuan berikutnya sudah mulai ada peningkatan yang signifikan. Setiap aspek
kegiatan pembelajaran sudah semakin terarah dan jelas, guru sudah bisa
menguasai kelas dalam berkelompok. Guru
hanya berperan sebagai fasilitator dan berusaha memfasilitasi setiap kelompok
yang mempunyai gaya kognitif berbeda.
Kelompok
siswa dengan gaya kognitif FD yaitu
“kelompok humerus” dan “kelompok mercurius” cenderung memberi respon lambat
(memerlukan waktu lebih lama) pada tugas yang diberikan guru seperti
mengerjakan LKS, kelompok tersebut juga
mengalami kesulitan dalam kegiatan belajar
merumuskan masalah dan merancang metode. Hal ini terkait dengan
karakteristik siswa dengan gaya kognitif FD yang cenderung hanya menerima
informasi tidak terbiasa untuk menganalisis, bersifat pasif, kurang menyukai
tugas mandiri (David, 2006). Secara keseluruhan aktivitas guru dalam
pembelajaran pada kompetensi pengelolaan limbah
menggunakan model pembelajaran PBL tersebut dalam kategori baik bahkan
sangat baik di akhir pertemuan siklus II.
Aktivitas siswa yang meliputi keaktifan, keantusiasan
dan keceriaan dalam pembelajaran pada setiap pertemuan, baik siklus I maupun
Siklus II mengalami peningkatan seperti yang disajikan pada gambar 2.
Gambar 2 menunjukkan bahwa
pada siklus I, aktivitas siswa yang
meliputi keaktifan, keantusiasan dan keceriaan masih dalam taraf “sedang’,
karena masih ada sebagian siswa terutama
dengan gaya kognitif FD yang:
(1)
belum menunjukan sikap ingin tahu dan
hanya diam saja
(2)
sebagian siswa belum berusaha meningkatkan
diri dengan tanpa berputus asa mencari jawaban sendiri (tidak mandiri)
(3)
sebagian besar siswa melakukan semua
kegiatan aktivitas siswa jika disuruh guru terus menerus
Fakta di atas menunjukkan jika gaya
kognitif FD memerlukan petunjuk yang lebih banyak untuk memahami sesuatu, perlu
mendapat dorongan dan motivasi dari guru. Selain itu model pembelajaran PBL yang menitik
beratkan pada pemecahan masalah secara
analitik, sangat membebani siswa dengan gaya kognitif FD yang cenderung hanya
menerima informasi secara pasif sehingga kelas agak berisik/ribut, referensi
materi yang belum lengkap serta sebagian siswa masih belum aktif dalam
kelompoknya.
Pada siklus II, aktivitas siswa dalam
pelajaran mulai meningkat yaitu dengan kategori “baik” sebesar 96,96 % (32 siswa).
Peningkatan yang tajam ini diduga
semua siswa baik memiliki gaya kognitif FI,
F intermediet dan FD sudah mulai memahami dan beradaptasi dengan model
PBL dengan baik. Sebagian besar siswa dengan gaya kognitif FD sudah mulai
berperan aktif memecahkan masalah. Hal ini tampak dari beberapa fakta bahwa:
(1)
hanya sebagian kecil siswa keberatan
mengerjakan tugas dari guru (15%)
(2)
sebagian kecil siswa keberatan tugas
dikerjakan sesuai petunjuk guru (9%)
(3)
sebagian kecil siswa belum mendengar dan
memperhatikan guru (11,9%)
(4)
sebagian kecil siswa masih belum
menunjukan sikap ingin tahu (7%)
(5)
sebagian kecil siswa belum mengemukakan
idenya (7%)
(6)
sebagian kecil siswa yang cemberut (11,9%)
(7)
sebagian kecil siswa yang mengantuk
(7%),
Selain hal tersebut, sebagian besar
siswa menyenangi kegiatan eksperimen siswa yang menghasilkan hasil karya, sebagian
besar siswa menyenangi kegiatan presentasi dan diskusi yang menampilkan hasil
karya mereka, selain itu reward berupa gebyar bintang yang
diberikan guru memotivasi siswa untuk memberikan yang terbaik untuk
kelompoknya.
Kemampuan menyelesaikan masalah
pada setiap siklus mengalami peningkatan seperti disajikan pada gambar 3. Kelompok
“humerus” dan kelompok “mercurius” yang memiliki gaya kognitif FD,
(1)
sebagian siswa dalam menyelesaikan
tugas-tugas kelompok maupun diskusi kelas siswa sesekali mampu mencari solusi
permasalahan (48,5 %).
(2)
sebagian siswa masih belum mampu membaca
masalah (12,12%)
(3)
sebagian kecil siswa tidak mampu mengidentifikasi masalah (6,06%)
(4)
sebagian kecil siswa tidak mampu menemukan
penyebab masalah (6,06%)
(5)
sebagian siswa kurang mampu memilih
permasalahan utama untuk eksperimen (39,4%)
Sedangkan pada “kelompok
saturnus’,”kelompok bumi” dan kelompok mars” yang memiliki gaya kognitif intermediat mampu mengidentifikasi
masalah namun belum runtut, mampu menemukan penyebab masalah namun kurang mampu
memilih permasalahan utama untuk eksperimen.
Pada siklus II guru telah mampu menfasilitasi
siswa agar menyelesaikan masalah dalam pembelajaran yang menggunakan model PBL,
kemampuan siswa menyelesaikan masalah mengalami peningkatan dimana kategori
“sangat baik” mencapai 57,6 % . Pada
siklus II ini siswa yang memiliki gaya kognitif FD,
(1)
sebagian sudah mampu membaca masalah dan
meyakini diri telah memahami dengan benar ditandai dalam presentasi dan diskusi
memberikan fakta dan ungkapan yang
jelas, nada bicara tepat, memberi contoh dengan kata-kata sendiri dan
mengklarifikasi
(2)
sebagian mampu mengidentifikasi masalah
secara runtut dan jelas sehingga memudahkan untuk merumuskan masalah.
Siswa
dengan gaya kognitif intermediat :
(1)
mampu menemukan penyebab masalah yang
ditandai dengan adanya pemahaman akar permasalahan
(2)
siswa
mampu memilih permasalahan utama untuk ekperimen
(3)
sebagian siswa mampu menyelesaikan tugas-tugas kelompok dan siswa
mampu mencari solusi permasalahan.
Selain itu
dengan semakin memahami dan beradaptasi dengan model pembelajaran PBL pada
siklus II, telah memotivasi siswa untuk terlibat dalam menggali informasi lebih
jauh tentang pengelolaan limbah ini. Siswa
diajak untuk menganalisis mengapa permasalahan yang ditemukan tersebut
dapat terjadi, dan dari manakah sumber permasalahan berasal. Kelompok siswa dengan
gaya kognitif FD pada siklus II ini dapat menjawab masalah dengan benar
berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah serta mampu mengevaluasi dalam
memecahkan masalah sehingga penilaian kemampuan masalahnya dengan kategori
“sangat baik”.
Peningkatan
kemampuan menyelesaikan masalah pada setiap siklus tersebut sejalan dengan
penelitian Reta (2012) yang melaporkan adanya perbedaan yang signifikan dalam
keterampilan berfikir kritis antara kelompok siswa yang belajar dengan gaya
kognitif field Independent (FI) dan
siswa yang belajar dengan gaya kognitif field
dependent (FD). Siswa yang memiliki gaya kognitif FI lebih unggul daripada siswa
yang memiliki gaya kognitif FD dalam pencapaian berfikir kritis (menyelesaikan
masalah).
Kemampuan
interaksi sosial pada setiap siklus mengalami peningkatan seperti disajikan
pada gambar 4.
Pada
gambar 4 diatas dapat dilihat pada siklus I kemampuan interaksi sosial sebagian
besar masih dalam kateori “sedang” untuk semua siswa gaya kognitif FD, Fintermediat dan FI. Pada siklus I ini,
(1)
sebagian siswa berkomunikasi secara kurang efektif ditandai
dengan ungkapan yang cukup jelas dan nada bicara tepat (±24% )
(2)
sebagian siswa siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas
kelompok maupun diskusi hanya sesekali menyumbangkan gagasannya (±24% )
(3)
sebagian siswa hanya sesekali terlibat dalam menyelesaikan
tugas-tugas kelompok dan melaksanakan tugas-tugas individu dengan baik dan
tepat waktu (±36%)
(4)
sebagian besar siswa sudah sering menunjukan sikap mendengarkan
orang lain yang berbicara atau berpendapat, sering menunjukan sikap menghormati gagasan orang
lain (tidak acuh, tidak meremehkan, tidak mengejek dan tidak menentang)
(± 70%)
Kemampuan
interaksi sosial mengalami peningkatan yang signifikan mulai siklus II untuk
semua gaya kognitif. Peningkatan yang cukup tajam pada siklus II ini . Sebagian
besar siswa sudah berkomunikasi efektif
yang ditandai dengan ungkapan yang jelas, nada bicara tepat dan dengan
kata-kata sendiri. sebagian besar siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas
kelompok maupun diskusi sering menyumbangkan gagasannya. Sebagian besar siswa
selalu terlibat dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok dan melaksanakan
tugas-tugas individu dengan baik dan tepat waktu, sering mendengarkan orang lain yang berbicara dan
berpendapat dan sering menunjukan sikap
menghormati gagasan orang lain.
Peningkatan aktivitas guru dan siswa berdampak
langsung pada peningkatan hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil
penelitian Siklus I dan II dapat dilihat dengan menggunakan model pembelajaran
PBL terjadi peningkatan pemahaman konsep terhadap pembelajaran seperti gambar
5.
Gambar 5 menunjukkan bahwa pada
siklus I secara klasikal siswa belum mencapai ketuntasan belajar, dimana siswa yang
tuntas < 85%, meskipun hasil ini
masih lebih baik dibandingkan hasil evaluasi semester sebelumnya (2012) pada
kompetensi yang sama, yaitu hanya 40%
dengan nilai rata-rata kelas 68,6.
Siswa yang belum tuntas sebanyak 30,30 % merupakan siswa dengan gaya
kognitif field dependent. Karena model pembelajaran ini masih asing bagi siswa sehingga pada siklus I
siswa belum memperoleh hasil maksimal.
Pada siklus
II terjadi peningkatan secara signifikan ketuntasan belajar secara klasikal
mencapai 96,97 %, dengan rata-rata nilai 80,06. Hasil evaluasi lembar kerja
siswa menunjukkan semua kelompok mendapat kategori “sangat baik” dengan nilai
rata-rata kelompok 88,87. Hampir semua siswa baik yang memiliki gaya kognitif
FD, Fintermediat maupun FI sudah memahami dan beradaptasi
dengan model PBL dengan baik, walaupun
pada siklus II ini dengan materi pelajaran yang berbeda. Siswa sangat menikmati
pembelajaran karena saling berinteraksi antar teman sebagai sebuah tim dalam
menyelesaikan masalah dan tugas-tugas. Peningkatan pemahaman dengan menggunakan
model pembelajaran PBL pada pembelajaran juga dilaporkan oleh Dewi (2012), pada pembelajaran Matematika
di Kelas XII IA di SMAN 2 Barabai.
Hasil penilaian keterampilan psikomotorik dalam melaksanakan
eksperimen, disajikan pada gambar 6. Keterampilan psikomotorik sebagian besar
siswa dalam kategori “sangat baik” yakni sebesar 66,67 % dicapai oleh kelompok dengan
gaya kognitif FI dan Fintermediet, sedangkan kategori “baik” sebesar 33,33%
bagi kelompok FD. Sebagian besar siswa, 74 % terampil menggunakan alat dan
bahan yang tepat dan melakukan eksperimen secara sistematis dan memperhatikan
keselamatan kerja, 76,2 % .
Teo (2006) berpendapat bahwa PBL merupakan model pembelajaran dengan
praktik (hand-on learning), kelompok
kooperatif (cooperative learning) dan
penemuan (dicovery) untuk mencapai
penyelidikan dan berfikir kritis ketika mempelajari konsep atau materi
pelajaran.
Keberhasilan penerapan model PBL juga ditunjukkan oleh respon
siswa yang “positif” terhadap penerapan model PBL dalam pembelajaran pengolahan limbah, seperti disajikan pada gambar 7. Hal
ini menunjukkan bahwa siswa menyukai penerapan model ini, karena mempermudah
memahami konsep dan beraktivitas secara kontekstual dengan cara yang lebih
variatif dan bebas. Menurut Kusumojanto dan Herawati (2009) respon siswa sangat
positif artinya siswa senang dalam pembelajaran karena dapat meningkatkan
rasa saling percaya sesama teman, siswa mau menerima ide atau pendapat dari
orang lain, siswa mampu mengemukakan pendapat dengan baik, melatih untuk
berbagi pengetahuan dengan teman-teman yang lain, membuat siswa saling
menghargai & berinteraksi satu dengan lainnya dan lebih mudah memahami
materi.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di kelas XI-1
Perawat Kesehatan SMK Negeri 1 Murung Pudak dapat disimpulkan:
(1)
Penerapan model pembelajaran problem based learning (PBL) dapat meningkatkan
kemampuan siswa menyelesaikan masalah pada kompetensi pengolahan limbah, dari 51,50% siswa mencapai
kategori”baik” hingga “sangat baik” pada siklus I, menjadi 100% pada siklus II.
Semua siswa dengan gaya kognitif FI mencapai kategori “sangat baik”, sementara
siswa FD mencapai kategori “baik”.
(2)
Penerapan model pembelajaran PBL dapat meningkatkan
kemampuan interaksi sosial siswa berdasarkan gaya
kognitif, dari kategori baik hingga sangat baik sebesar 57,6% pada siklus I,
menjadi 100% pada siklus II. Kemampuan
interaksi sosial semua siswa dengan gaya kognitif FI dan sebagian intermediet mencapai
kategori sangat baik.
(3)
Penerapan model pembelajaran PBL dapat
meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pengolahan limbah. Nilai rata-rata
siswa meningkat dari 75,36 menjadi 80,06, sedangkan ketuntasan klasikal mengalami
peningkatan dari 69,70% pada siklus I menjadi 96,97% pada siklus II.
(4)
Keterampilan psikomotorik semua siswa
dalam melaksanakan eksperimen mencapai kategori “baik” hingga “sangat
baik”. Keterampilan psikomotorik dengan
kategori “sangat baik” sebesar 66,67 % dicapai oleh siswa gaya kognitif FI dan
intermediat, sedangkan kategori “baik” sebesar 33,33% dicapai oleh siswa dengan
gaya kognitif FD.
(5)
Siswa memberikan respon “positif” terhadap pembelajaran dengan menggunakan model PBL. Pada siklus
I respon siswa dengan kategori “sangat
baik” sebesar 66,67% dan kategori “baik”
sebesar 33,33%, sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan kategori “sangat
baik” menjadi 75,76% pada siswa dengan gaya kognitif FI dan kategori “baik” menjadi 24,24 % pada siswa
dengan gaya kognitif FD.
(6)
Ada perbedaan
penyelesaian masalah pada siswa dengan gaya kognitif FD dan FI. Siswa dengan gaya kognitif FI menyelesaikan
masalah secara analitis, detil, mandiri, rasa ingin tahu yang besar dan berfikir lebih kritis, sedangkan siswa
dengan gaya kognitif FD menyelesaikan masalah secara global, tergantung
petunjuk guru, senang dengan tugas kelompok, sering meminta saran pada guru.
B. Saran
(1) Guru dapat menerapkan model pembelajaran PBL sebagai alternatif model
pembelajaran untuk melatihkan berbagai keterampilan pada siswa antara lain
memecahkan masalah, proses, psikomotorik, sosial dan keterampilan berfikir.
(2) Guru hendaknya lebih mengenal tipe gaya belajar siswa dalam memberikan
informasi, khususnya gaya kognitif field
dependent dan field independent
sehingga mutu pembelajaran akan meningkat. Sebaiknya guru menyesuaikan dengan
gaya belajar siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Alma, B,
Mulyadi, H, Razati, G, Nuryati, Lena S.
2008. Guru Profesional. Bandung:
Alfabet.
Ananda,R.
2011. Project Based learning. Http:/modelpembelajaran online.
blogspot.com/2011/04/projeck-based-learning.html
Ardana. 2008. Model pembelajaran Matematika Berwawasan
Konstruktivisme yang Berorientasi pada Gaya Kognitif dan Budaya. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, No. 3 Th.
XXXXI.
Arends, R.I. 2008. Learning
to Teach. 7th edition. Terjemahan oleh Helly Prajitno
Soetjipto dan Sri Mulyantini. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Boud, AL
dan Felleti, GI. 1997. The
Challenge of Problem Based Learning.
London. Kogapage.
Cano, J. 1993. Learning
Style. In E. Norland, J.Heimlich, B. Seevers, K.Smith, & Johns (eds.),
Understanding and teaching the adult learners. San Francisco: Jossey-Bass
Publisher.
Chotimah,
H dan Dwitasari. 2007. Model-Model Pembelajaran PTK. PLPG
Unlam. 2010.
Danili,
E. and Reid, N. 2006. Cognitve factors that can potentially affect pupils’s
test performance. Chemistry Education
Research and Practice, 7(2), 64-83.
Davis,
G, A. 2006. Learning Style and Personality Type Preferences of Community
Development Extention Educators. Journal
of Agricultural Education, 47(1): 90-99.
Dewi, RS.
2012. Upaya Peningkatan Interaksi Sosial dan Prestasi Belajar Siswa dengan
Problem Based Learning pada Pembelajaran Kimia Pokok Bahasan Sistem Koloid di
SMAN 5 Surakarta. Makalah.
Dewi,
S.R. 2008. Penerapan Pembelajaran Model Learning Cycle dalam Meningkatkan Minat
dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas XII IA di SMAN 2 Barabai. Barabai. Tidak Diterbitkan.
Djamarah,
Syaiful, B dan Zain, A. 1995. Strategi
Belajar Mengajar. Banjarmasin: PT. Rieneka Cipta-An Analysis Of Integrative
Project Based Entrepreneurship Education.
Journal of Asia Entrepreneurship and Sustainablility. Paper.
Ghufron,
MN dan Risnawita, R. 2012. Gaya
Belajar. Kajian Teoritik. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Haryati,
A. 2013.
Peningkatan Kemampuan
Menyelesaikan Masalah dan Interaksi Sosial Kelas XI-1 Program Keahlian Perawat
Kesehatan SMKN 1 Murung Pudak Tahun 2013 Pada Kompetensi pengelolaan Limbah
Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Penelitian Tindakan Kelas. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten
Tabalong.
Koch,
Chloesta.S dan Klandt.H. 2006. Project
Seminar Business Plan Development-An Analysis Of Integrative Project Based
Entrepreneurship Education. Journal
of Asia Entrepreneurship and Sustainablility..
Paper
Kusumojanto,DD
dan Herawati,P. 2009. Peneraqpan Pembelajaran Kooperatif model NHT
untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Diklat Manajemen perkantoran
Kelas X APK di SMK Ardjuna Malang.
Fakultas Ekonomi Universitas Malang.
Http://library.um.ac.id/ptk/indexphp?mod:detail&id:37617.
Lasmawan. 2004. Inovasi Pendidikan Ilmu Sosial. Bandung.
Rosdakarya Pres.
Rais. 2010. Pengembangan Model Project Based Learning. Suatu Upaya Meningkatkan Kecakapan Akademik
Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin UNM.
Laporan Penelitian Tahun I DP2M DIKTI-LEMLIT
UNM.
Reta,
I.K. 2012. Pengaruh
Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Keterampilan Berfikir Kritis
Ditinjau Dari Gaya Kognitif Siswa.
Artikel. Program Studi Pendidikan
IPA. Program Pasca Sarjana Universitas
Pendidikan Ganesha. FMIPA UNDIKSHA.
Rosenfeld,
Sherman; Benhur, Yehuda. 2001. Project
Based Learning In Science and Tecnology. A Case Study of Professional
Development. Journal of Action
Research and Professional Development.
Sanjaya,
W. 2008.
Strategi Pembelajaran Berorientasi
Standar Proses Pendidikan.
Jakarta. Kencana Prenada. Media Group.
Santyasa,
IW dan Sukadi. 2009. Model-Model pembelajaran Inovatif. Makalah disajikan dalam Pendidikan dan
Latihan Profesi Guru (PLPG).
UNDIKSHA. Singaraja 7-17
September 2009.
Sholahuddin,
A. 2012.
Pengembangan Instrumen. Tugas Mata Kuliah Penunjang Disertasi. PPS prodi Pend. Sains Unesa Surabaya.
Sudiman. 2006. Media Pendidikan. Jakarta.
PT. Raja Grafindo Persada.
Sudjana,
N. 2005.
Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung.
PT. Remaja Rosdakarya.
Susilo.2007. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta : Pustaka.
Sutriani,
NK. 2008. Penerapan Model Problem Based Learning untuk MeningkatkanKemampuan
Komunikasi Matematika Siswa kelas VIIIA SMPN 6 Singaraja. Skripsi(Tidak Diterbitkan). Jurusan pendidikan Matematika. FMIPA UNDIKSHA.
Sutrisno. 2006. Problem Based Learning. Dalam Monograf Model-Model pembelajaran Sains
(Kimia) Inovatif. Malang. Jurusan Kimia.
Teo,N. 2006. Teaching
Strategies That Promote Thingking: Model and Curiculum Approaches. Edited by Ai-Choo Ong and Gary D Borich. Singapore:McGraw Hill.
Thomas,
JW. 2000. A
Riview of Research on Project Based Learning. Retrieved 18 July 2005 from
http:/www.autodesk.com/foeundation.
Tim
Broad Based Education (BBE). 2003. Pendidikan
Kecakapan Hidup. Jawa Timur.
Witkin,
HA, Oltman, PK, Raskin, E.,& Karp,
S.A. 1971. The
Effect of Training and of structural aids on performance in three test of space
orientation. (Report No. 80). Washington D.C. Civil Aeronautics Administration, Division of
Research.
Suka artikel ini?
0 komentar on MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PENGOLAHAN LIMBAH BERDASARKAN GAYA KOGNITIF SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING :
Posting Komentar