MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PENGOLAHAN LIMBAH BERDASARKAN GAYA KOGNITIF SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PENGOLAHAN LIMBAH BERDASARKAN GAYA KOGNITIF SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN
PROBLEM BASED LEARNING


Ani Haryati1, Arif Sholahuddin2
1SMK Negeri 1 Murung Pudak Tabalong Kalimantan Selatan
2Prodi Pendidikan Kimia PMIPA FKIP Unlam Banjarmasin

ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk (1) meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah berdasarkan gaya kognitif, (2) meningkatkan kemampuan interaksi sosial, (3) meningkatkan pemahaman konsep, (4) mengetahui keterampilan psikomotorik, dan (5) mengetahui respon siswa terhadap penerapan model Problem Based Learning (PBL). Penelitian tindakan kelas, yang telah dilaksanakan sebanyak 2 siklus. Subjek penelitian adalah 33 siswa kelas XI-1 Program Keahlian Perawat Kesehatan SMKN 1 Murung Pudak Kabupaten Tabalong. Instrumen penelitian berupa lembar observasi aktivitas guru dan siswa, angket respon siswa, pemahaman konsep (pre tes & pos tes), lembar penilaian kemampuan menyelesaikan masalah, lembar penilaian kemampuan  interaksi sosial dan lembar penilaian keterampilan psikomotorik. Hasil penelitian menunjukkan (1) Penerapan model pembelajaran problem based learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan masalah pada kompetensi pengolahan  limbah (2) Penerapan model pembelajaran PBL dapat meningkatkan kemampuan interaksi sosial siswa (3) Penerapan model pembelajaran PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pengolahan limbah. (4) Keterampilan psikomotorik semua siswa dalam melaksanakan eksperimen mencapai kategori “baik” hingga “sangat baik”. (5) Siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran dengan menggunakan model PBL. (6) Siswa dengan gaya kognitif FI mengalami peningkatan yang lebih baik pada semua aspek yang dinilai dibandingkan siswa dengan gaya kognitif F Intermediet maupun FD. Siswa dengan gaya kognitif FI menyelesaikan masalah secara analitis, detil, mandiri, rasa ingin tahu yang besar  dan berfikir lebih kritis, sedangkan siswa dengan gaya kognitif FD menyelesaikan masalah secara global, tergantung petunjuk guru, senang dengan tugas kelompok, sering meminta saran pada guru.
Kata Kunci: Problem Based Learning (PBL), kemampuan menyelesaikan masalah, kemampuan interaksi sosial, pemahaman konsep

PENDAHULUAN
 Salah satu hal yang dihadapi guru dalam pembelajaran adalah kurangnya minat dan motivasi  siswa untuk belajar di kelas. Banyak guru yang belum memahami cara-cara yang disukai siswa pada saat belajar.  Pada umumnya guru menganggap semua siswa memiliki kemampuan sama dalam menyerap pelajaran, meskipun berbeda antara satu siswa dengan siswa yang lainnya. Hasil evaluasi pada materi limbah dan jenisnya di kelas XI-1 Program Keahlian Perawat Kesehatan SMKN 1 Murung Pudak Kabupaten Tabalong pada tahun sebelumnya, menunjukkan rata-rata ketuntasan pemahaman konsep hanya sekitar 40%, sedangkan 60% siswa masih belum dapat menguasai konsep tersebut dengan baik atau dibawah nilai KKM (<70). Selain itu pada kegiatan diskusi kelompok, interaksi sosial siswa masih sangat rendah, kebanyakan siswa kurang berinterasi dan cenderung individualistik. Jika kondisi pembelajaran seperti tersebut diatas tidak dicarikan pemecahannya, maka akan berdampak pada rendahnya tingkat capaian tujuan belajar, baik dari segi proses belajar maupun capaian target kompetensi dasarnya.
Pengolahan limbah merupakan salah satu pembelajaran kontekstual, yaitu pembelajaran yang menghubungkan materi pelajaran dengan dunia nyata dan memotivasi siswa agar menghubungkan pengetahuan  dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Masalah pengolahan limbah yang dijadikan fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga selain penguasaan konsep, metode ini juga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam seperti kerjasama dan interaksi sosial lainnya.
Salah satu strategi pembelajaran kontekstual yang tepat untuk pembelajaran materi pengolahan limbah adalah model pembelajaran  berbasis masalah (Problem Based Learning/PBL). PBL merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah (Sanjaya, 2008). Menurut Sutrisno (2006) model PBL memiliki sejumlah karakteristik yang membedakan dengan model pembelajaran lainnya, antara lain: belajar dimulai dengan suatu masalah; memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa; mengorganisasikan pelajaran di seputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu; memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri; menggunakan kelompok kecil; menuntut siswa untuk mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk produk atau kinerja.
Sintak model PBL menurut Arends (2007) dan Sutriani (2008) disajikan pada tabel 1.
Tabel 1.  Sintak Problem Based learning (PBL)
Fase
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
Fase 1
Orientasi siswa kepada masalah
1.  Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut
2.  
Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih oleh guru
3.   
      Peneliti menjelaskan bahan yang diperlukan
1  Siswa mendengarkan
    penjelasan guru  

2
     Mengerjakan pekerjaan yang diberikan

3
     Siswa mendengarkan penjelasan guru
Fase 2
Mengorganisasikan siswa untuk belajar
1.   Guru membimbing siswa memecahkan masalah yang belum dapat dipecahkan oleh siswa serta mengorganisasikan tugas belajar.
1   Siswa mengerjakan tugas kelompok yang diberikan guru dalam buku pelajaran dan lembar kerja siswa (LKS)



Fase 3
Membimbing penyelidikan idividu maupun kelompok
1.   Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan ninformasi yang sesuai permasalahan.
2.   

G   Guru mendorong siswa  melaksanakan diskusi untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
1.   Siswa mengamati objek yang sesuai dengan masalah yang ada dalam buku pelajaran dan lembar kerja siswa (LKS)
2.  
      Siswa melakukan diskusi kelompok
Fase 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
1.   Guru membantu siswa dalam merrencanakan dan menyiapkan karya seperti laporan, model yang membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
1.   Siswa menunjukan hasil diskusi di depan kelas.
Fase 5
Menganalisis           dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
1.  Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses.
1.   Siswa menilai pekerjaanya sendiri dengan cara membandingkan dengan pekerjaan teman yang   benar
Salah satu faktor psikologis yang membedakan antara satu siswa dengan yang lain adalah gaya kognitif. Menurut Messick (Danili & Reid, 2006) gaya kognitif merupakan modus khas dalam mempersepsi, mengingat, berpikir dan memecahan masalah, mengambil keputusan yang mencerminkan keteraturan pengolahan informasi yang berkembang dengan cara yang menyenangkan. Hal ini berkenaan dengan keragaman karakteristik pada setiap orang dalam mengolah informasi yang diterima dalam mental yang selanjutnya muncul dalam bentuk gagasan. Dengan demikian akan dijumpai gaya kognitif yang berbeda-beda, ketika seseorang memecahkan masalah.
Gaya kognitif dapat dibedakan menjadi dua kutub yang berbeda yakni field dependent (FD) dan field independent (FI). Seseorang yang memiliki dengan skor tes gaya kognitif berada diantara keduanya digolongkan sebagai field intermediet.Secara umum gaya kognitif FI memiliki karakteristik berpikir analitik, kompetitif, independen,  mempunyai tujuan, sasaran, strategi dan penguatan diri sendiri, termotivasi secara intrinsik, kurang keterampilan sosial/lebih menyukai tugas-tugas individual, dan terstruktur dan terorganisir dalam belajar. Sementara siswa dengan gaya kognitif FD memiliki sifat sebaliknya (Davis, 2006; Cano, 1993).
Gaya kognitif tidak identik dengan kemampuan, tetapi menunjukkan cara yang sesuai dengan masing-masing individu (style). Setiap gaya kognitif memiliki kelebihan dan kelemahan dalam pencapaian hasil belajar. Oleh karena itu kedua tipe gaya kognitif, dapat sama-sama berhasil dalam menyelesaikan masalah atau pembelajaran, asalkan pembelajaran mampu menfasilitasi siswa dengan cara yang sesuai dengan dirinya. Meskipun banyak penelitian menyebutkan bahwa siswa dengan gaya kognitif FI umumnya lebih berhasil dalam pembelajaran dibandingkan siswa dengan gaya kognitif FD. Ratumanan (2003) melaporkan bahwa siswa SMP dengan gaya kognitif FI memiliki hasil belajar matematika yang lebih baik dibandingkan siswa FD. Hasil penelitian Reta (2012) menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan dalam keterampilan berfikir kritis antara kelompok siswa dengan gaya kognitif FI dan siswa dengan gaya kognitif FD. Gaya kognitif FI lebih unggul daripada siswa yang memiliki gaya kognitif FD dalam pencapaian berfikir kritis (menyelesaikan masalah). Guru dituntut untuk dapat menilai tipe gaya kognitif siswa, kemudian memilih dan menerapkan strategi pembelajaran yang tepat sesuai dengan perbedaan gaya kognitif mereka.
Sesuai dengan karakteristik model PBL penelitian ini menitikberatkan pada peningkatan kemampuan siswa menyelesaikan masalah, yang meliputi kemam-puan memahami masalah, mengidentifikasi masalah, mengetahui penyebab masalah dan memberikan solusi dari permasalahan. Selain itu diharapkan siswa dapat meningkatkan kemampuan  menyelesaikan masalah, baik kelompok siswa yang belajar dengan gaya kognitif FI maupun FD, diharapkan juga kelompok siswa dengan gaya kognitif FD mampu menyelesaikan masalah secara lebih analitis.
Berdasarkan latar belakang di atas, penerapan model pembelajaran PBL pada pembelajaran materi pengolahan limbah, diharapkan dapat: meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah, meningkatkan kemampuan interaksi sosial, meningkatkan pemahaman konsep, melatihkan keterampilan psikomotorik, dan menjadikan belajar lebih menyenangkan bagi siswa.

METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK).  Penelitian dilaksanakan di SMKN 1 Murung Pudak dan di luar sekolah (lingkungan sekitar tempat tinggal siswa), Kabupaten Tabalong. Penelitian dimulai pada bulan Juli sampai Desember 2013.  Penelitian dilakukan dalam 2 siklus, masing-masing siklus dilaksanakan 2 kali pertemuan. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI-1 perawat kesehatan sebanyak 33 orang.
Pengumpulan data. Data yang diambil adalah data kuantitatif, yaitu hasil tes dan nilai LKS. Data kualitatif terdiri dari gaya kognitif siswa, observasi aktivitas guru dan siswa, angket respon siswa, pemahaman konsep (pre tes dan pos tes), kemampuan menyelesaikan masalah, kemampuan interaksi sosial dan keterampilan psikomotorik.
Analisis data. Data gaya kognitif siswa dikumpulkan menggunakan instrument tes yang dikembangkan oleh (Oltman dkk, 1971) dan selanjutnya dianalisis untuk menggolongkan siswa ke dalam gaya kognitif FI dan FD, Jika siswa memperoleh skor  0-6 memiliki gaya kognitif  FD dan skor 7-11 memiliki gaya kognitif Intermediat (antara FI dan FD), dan skor 12-18 memiliki gaya kognitif FI.
Aktivitas guru dianalisis dari hasil penilaian lembar observasi aktivitas guru berdasarkan rentang nilai sebagai berikut:  nilai 40-48 kategori sangat baik, nilai 31-39 kategori baik, nilai 22-30 kategori sedang dan ≤ 21 kategori kurang. Aktivitas siswa dianalisis dari hasil penilaian  lembar obsevasi aktivitas siswa dinilai untuk masing-masing aspek, dinilai oleh observer dengan rentang nilai sebagai berikut: nilai 40-48  kategori sangat baik, nilai 31-39 kategori baik, nilai 22 -30  kategori sedang dan nilai ≤ 21 kategori kurang.
Kemampuan menyelesaikan masalah yang meliputi indikator aspek pemahaman  masalah, mengidentifikasi masalah, menemukan penyebab masalah dan solusi permasalahan dianalisis dari hasil penilaian unjuk kerja kemampuan menyelesaiakn masalah   berdasarkan rentang nilai  sebagai berikut  : nilai 14-16 kategori sangat baik, nilai 11-13 kategori baik, nilai 8-10 kategori sedang dan nilai  ≤ 7 kategori kurang.
Kemampuan interaksi sosial yang meliputi kemampuan komunikasi efektif, mendengarkan orang lain, menghormati gagasan orang lain dan menyumbangkan gagasan dan bertanggung jawab dianalisis dari hasil penilaian unjuk kerja interaksi sosial  berdasarkan rentang nilai  sebagai berikut : nilai 17- 20 kategori sangat baik, nilai 13-16 kategori baik, nilai 9-12 kategori sedang dan nilai  ≤ 8 kategori kurang.
Keterampilan psikomotorik siswa dalam melakukan eksperimen meliputi merancang dan melakukan percobaan, langkah kerja dan keselamatan kerja, ketepatan waktu praktik dianalisis dari hasil penilaian eksperimen siswa   berdasarkan rentang nilai  sebagai berikut: nilai 10-12 kategori sangat baik, nilai 7-9 kategori baik, nilai 4-6 kategori sedang dan nilai  ≤ 3 kategori kurang.
Pemahaman konsep siswa dianalisis dari hasil pretes dan postes dengan sistem penilaian untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa, baik secara individual maupun klasikal dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
a)  Ketuntasan individual :   Jumlah skor                           X 100                                                                             Jumlah skor maksimal
b)  Ketuntasan klasikal   :  Jumlah siswa yang tuntas   X 100%
                                           Jumlah seluruh siswa
Keterangan :
(1)      Ketuntasan individual : jika siswa mencapai ketuntasan ≥ 70%
(2)      Ketuntasan klasikal : jika ≥ 85% dari seluruh siswa mencapai ketuntasan  ≥ 70%
Pemahaman konsep siswa selama proses belajar ditafsirkan secara kualitatif berdasarkan rentang nilai, yaitu nilai 76-100 % katergori baik, nilai 56- 75 % kategori sedang, nilai 40-55 % kategori kurang dan nilai ≤  40 % kategori buruk   (Sudjana, 2005).
Respon siswa terhadap model pembelajaran PBL ditafsirkan secara kualitatif berdasarkan rentang nilai, yaitu nilai 33-40 kategori sangat baik, nilai 25-32 kategori baik, nilai 17-24 kategori sedang dan ≤ 16 kategori kurang.
Indikator keberhasilan tindakan. Penelitian ini dikatakan berhasil jika: (1) Secara individual siswa mencapai ketuntasan belajar dengan mendapatkan nilai ≥ 70 atau tingkat penguasaan 70% dan secara klasikal sebanyak ≥ 85% dari  seluruh  siswa telah tuntas belajar (2) Terjadi peningkatan keterampilan dalam hal kemampuan menyelesaikan masalah yang meliputi: memahami masalah, mengidentifikasi masalah, menemukan penyebab masalah dan memberikan solusi permasalahan selama proses belajar mengajar dengan menggunakan format pengamatan unjuk kerja kemampuan  menyelesaikan masalah.  Kemampuan menyelesaikan masalah akan berhasil  jika tercapai kategori “baik” (3) Terjadi peningkatan keterampilan interaksi sosial yang meliputi: kemampuan berkomunikasi secara efektif, kemampuan mendengarkan orang lain, kemampuan menghormati gagasan  orang lain, kemampuan menyumbangkan gagasan dan bertanggung jawab selama proses belajar mengajar dengan menggunakan format pengamatan unjuk kerja kemampuan interaksi sosial.  Kemampuan interaksi sosial akan berhasil jika tercapai kategori “baik, dan (4) Siswa memberi respon “positif”  atau kriteria “baik” pada pembelajaran kompetensi pengolahan limbah yang menerapkan model PBL.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Penelitian diawali dengan kegiatan mengukur gaya kognitif siswa dengan menggunakan tes GEFT (Witkin et all, 1971) pada tanggal 29 Agustus 2013. Hasil pengukuran terdiri dari 1 kelompok FI, 3 kelompok Intermediat (antara FI dan FD) dan 2 kelompok FD.  Pengumpulan data dalam bentuk lembar penilaian, observasi dan angket dimulai dari tanggal 12 September sd 10 Oktober 2013.

Siklus I
Perencanaan (planning)
Guru menyiapkan perangkat pembelajaran serta alat dan bahan yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran meliputi:  RPP dan LKS, instrumen penilaian (pretes, postes, menyelesaikan masalah,interaksi sosial, keterampilan psikomotorik), dan lembar pengamatan aktivitas guru dan siswa.

Pelaksanaan (acting)
Guru menerapkan pembelajaran PBL dengan langkah-langkah: (1) apersepsi, (2) menyampaikan tujuan pembelajaran, (3) pretes, (4) bagi kelompok berdasarkan gaya kognitif, (5) memberikan pertanyaan/permasalahan seputar limbah, (6) mengerjakan LKS, (7) mempresentasikan, (8) merumuskan dan merancang metode untuk eksperimen, (9) menyusun proposal sederhana dan mempresentasikan (10) menugaskan untuk melakukan eksperimen di rumah.

Observasi (observing)
Observasi atau pengamatan dilaksanakan selama penelitian berlangsung dengan sasaran: (1) siswa, untuk mengetahui aktifitasnya selama mengikuti pembelajaran, (2) guru, untuk mengetahui aktifitas dalam penerapan metode pendekatan PBL.  Pada  kegiatan pengamatan ini, peneliti dibantu oleh 2 orang guru, yaitu Elfera S.Pd dan Kartini S.Pd. Hasil observasi siklus I disajikan pada tabel 2.

Aktivitas guru
Observasi aktivitas guru yang meliputi 3 (tiga) aspek yaitu kegiatan awal (menyiapkan pembelajaran, memberikan apersepsi dan motivasi, menyampaikan tujuan pembelajaran), kegiatan inti (membagi siswa dalam kelompok, memberi tugas LKS, memberikan tugas mengumpulkan informasi, membimbing siswa dalam diskusi, memberi tugas siswa untuk memilih dan merumuskan permasalahan yang dipilih, merancang metode, membuat proposal dan mempresentasikannya serta melakukan eksperimen dan membuat laporan akhir),  dan kegiatan akhir (melaksanakan evaluasi dan tindak lanjut). 
Tabel 2. Hasil penilaian aktivitas guru dan siswa, menyelesaikan masalah, interaksi sosial, pemahaman konsep dan  respon siswa pada siklus I
No.
Kegiatan
Kate-
Siklus I


gori
Pertemuan
Pertemuan



Ke-1
Ke-2
1
Aktivitas guru

32,5
41
2
Aktivitas siswa
B
27,30%



S
63,60%



K
9,10%

3
Kemampuan menyelesaikan masalah
SB
-
3,00%


B
27,30%
48,50%


S
69,70%
48,50%


K
3,00%
-
4
Kemampuan interaksi sosial
SB 
-
-


B
39,40%
57,60%


S
60,60%
42,40%
5
Pemahaman konsep :




a. rata-Rata


75,36

b. ketuntasan Individual


23

c. ketuntasan Klasikal


69,70%
6
Respon siswa
SB

66,67%


B

33,33%


     








Aktivitas guru pada pertemuan ke 1 masih sangat dominan dan belum mengakomodir siswa berdasarkan gaya kognitifnya (memperlakukan sama semua siswa dalam menerima pelajaran), waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran bertambah 20 menit, nilai aktivitas guru mencapai 32,5 atau dalam kategori baik, namun pada pertemuan ke 2 proses pembelajaran mulai lancar, meskipun belum sepenuhnya mengakomodir siswa yang mempunyai gaya belajar berbeda. Nilai aktivitas guru menjadi 41 atau meningkat sebanyak 8,5 dari pertemuan ke 1 dan dalam kategori sangat baik.

Aktivitas siswa
Aktivitas siswa yang meliputi keaktifan (mau mengerjakan tugas dari guru, tugas dikerjakan sesuai petunjuk guru, mau berdiskusi dan bekerjasama, mau mencatat apa yang dipelajari, mau melaporkan hasil kerja), keantusiasan (mau mendengar dan memperhatikan, manunjukan sikap ingin tahu, mau mengemukakan idenya,menyelesaikan tugas dengan tepat waktu, berusaha untuk meningkatkan kemampuan diri dewngan tidak berputus asa mencari jawaban ) dan keceriaan (wajah berseri-seri dalam belajar, tidak mengantuk saat berada dikelas/tidak sering menguap/meletakan kepala diatas meja) (Dewi, 2008). 
Pada siklus I sebagian besar siswa baik yang  memiliki gaya kognitif FI, intermediat dan FD masih dalam kategori “sedang” (63,60%), sedangkan 27% berada dalam kategori “baik” yang dicapai oleh siswa dengan gaya kognitif FI.

Kemampuan menyelesaikan masalah
Kemampuan menyelesaikan masalah meliputi kemampuan pemahaman masalah, kemampuan mengidentifikasi masalah, menemukan penyebab masalah dan kemampuan solusi masalah (Rais, 2010). Kemampuan menyelesaikan masalah pada pertemuan ke 1 sebagian besar masih dalam kategori “sedang” (69,70%) dan sebanyak 27,30%, yang semuanya siswa dengan gaya kognitif FI mencapai kategori “baik”. Pertemuan ke 2  kategori “baik” meningkat tajam menjadi 48,5 % (16 siswa), meningkat sebanyak 21,2 %, yang terdiri dari siswa FI dan intermediat.

Kemampuan interaksi sosial
Kemampuan interaksi sosial meliputi kemampuan komunikasi efektif, kemampuan mendengarkan orang lain, kemampuan menghormati gagasan orang lain, kemampuan menyumbangkan gagasan dan kemampuan bertanggung jawab (Sholahuddin, 2012). Interaksi sosial pada pertemuan ke 1 sebagian besar masih dalam kategori “sedang” (60,60%). Pada pertemuan ke 2 siswa yang mencapai kategori baik meningkat dari 39,4% pada pertemuan ke 1 menjadi 57,60%  yang terdiri dari  siswa dengan gaya kognitif FI dan Intermediat.

Pemahaman konsep
Pemahaman konsep meliputi penilaian LKS dan tes tertulis. Penilaian LKS pada siklus I  “kelompok polusi (FI)” memperoleh  nilai rata-rata 90 sedangkan “kelompok mercurius (FD)” memperoleh nilai rata-rata  75, sedangkan dari hasil tes  siswa yang tuntas pada siklus I hanya sebanyak 23 siswa (69,70%) dengan kategori “sedang”, sehingga perlu dilanjutkan perbaikan nilai hasil belajar pada siklus II.  Semua siswa yang tidak tuntas memiliki gaya kognitif  field dependent.

Respon siswa
Hingga akhir siklus I semua siswa memberikan  respon “positif” terhadap penerapan model pembelajaran PBL dengan kategori baik hingga “sangat baik”.

Refleksi (reflecting)
Berdasarkan analisis hasil penelitian pada siklus I, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki, antara lain :
(1)     Aktivitas siswa yang meliputi keceriaan, keantusiasan dan keceriaan masih dalam taraf ”sedang” karena sebagian siswa FD belum menunjukan sikap ingin tahu dan hanya diam saja, belum berusaha meningkatkan diri, belum mau mengemukakan ide dan hanya melakukan kegiatan jika disuruh guru terus menerus. Hal ini diduga karena siswa gaya kognitif FD umumnya cenderung pasif, sangat tergantung petunjuk guru, belum bisa menyesuaikan dengan pembelajaran PBL yang berfikir kritis, belum mandiri seperti siswa gaya kognitif FI, sehingga perlu perbaikan pada siklus II.
(2)     Kemampuan menyelesaikan masalah yang meliputi pemahaman masalah dan menemukan penyebab masalah pada sebagian siswa FD masih mengalami kesulitan, hal ini diduga karena cenderung hanya menerima informasi/masalah, hanya memahami secara global, tidak terbiasa berfikir kritis  untuk memproses masalah  dan menggali lebih jauh permasalahan, sehingga perlu perbaikan pada siklus II. 
(3)     Kemampuan interaksi sosial pada siswa FI cenderung masih bekerja sendiri-sendiri baik dalam mengerjakan LKS maupun dalam diskusi. Hal ini diduga siswa dengan gaya kognitif FI cenderung memilih belajar individual dan independen dan kurang mencari masukan dari temannya, sehingga untuk terjalinnya interaksi sosial yang lebih baik perlu perbaikan pada siklus II
(4)     Pemahaman konsep dalam rangka memecahkan masalah belum tuntas, masih ada sebanyak 10 siswa yang hasil belajarnya “tidak tuntas” yaitu siswa FD, memerlukan scaffolding atau bantuan dan motivasi dari guru agar mau dan terbiasa melakukan analisis masalah, baik dalam belajar maupun ketika mengikuti tes tertulis ,  sehingga perlu perbaikan pada siklus II.

Siklus II
Perencanaan (acting)
Guru menyiapkan perangkat pembelajaran untuk siklus berikutnya yang meliputi  RPP dan LKS, instrumen penilaian (pretes, postes, menyelesaikan masalah,interaksi sosial, keterampilan psikomotorik), dan lembar pengamatan aktivitas guru dan siswa.

Pelaksanaan
            Menerapkan langkah selanjutnya dari pembelajaran PBL, yaitu (1) apersepsi, (2) menyampaikan tujuan pembelajaran, (3) pretes, (4) bagi kelompok berdasarkan gaya kognitif, (5) mempresentasikan hasil awal eksperimennya, (6) memberi tugas siswa untuk menyempurnakan metode  untuk eksperimen ke 2 yang belum berhasil pada eksperimen sebelumnya, (7) menganalisis data dan membuat kesimpulan hasil ekperimen ke 1, (8) ekperimen ke 2 di rumah, (9) presentasi hasil karya, (10) membuat laporan akhir hasil karya dan mendokumentasikan, (11) postes.

Observasi
            Observasi atau pengamatan dilaksanakan selama penelitian berlangsung dengan sasaran: (1) siswa, untuk mengetahui aktifitasnya selama mengikuti pembelajaran, (2) guru, untuk mengetahui aktifitas dalam penerapan metode pendekatan PBL. Pada  kegiatan pengamatan ini, peneliti dibantu oleh 2 orang guru, yaitu Elfera S.Pd dan Kartini S.Pd. Hasil observasi siklus II disajikan pada tabel 3.
Aktivitas guru
Pada siklus II guru telah mampu memfasilitasi siswa dengan gaya kognitif yang berbeda-beda, hal ini dapat dilihat dari nilai  aktivitas guru yang terus  meningkat dibanding siklus I, yaitu nilai  43 pada pertemuan ke 1 dan 48 pada pertemuan ke 2.

Aktivitas siswa
Aktivitas siswa pada siklus II mengalami peningkatan dengan kategori “baik” menjadi  96,96 % (32 siswa), meningkat sebesar 69,66% dibandingkan siklus sebelumnya, baik siswa FI,intermediat maupun FD.




Tabel 3  Hasil penilaian aktivitas guru dan siswa, menyelesaikan masalah, interaksi sosial,  pemahaman konsep, respon siswa dan keterampilan psikomotorik pada siklus II
No.
Kegiatan
Kategori
Siklus II
Pertemuan
Ke-1
Pertemuan
Ke-2
1
Aktivitas Guru

43
48
2
Aktivitas Siswa
B
96,96%



S
3,04%



K
-

3
Kemampuan Menyelesaikan Masalah
SB
15,20%
57,60%


B
84,40%
42,40%


S
-
-


K
-
-
4
Kemampuan Interaksi Sosial
SB 
27,30%
36,40%


B
72,70%
63,60%


S
-
-
5
Pemahaman Konsep :




a. Rata-Rata


80,06

b. Ketuntasan Individual


32

c. Ketuntasan Klasikal


96,97%
6
Keterampilan psikomotorik
SB
66,67%



B
33,33%

7
Respon Siswa
SB

71,43%


B

28,57%

Kemampuan menyelesaikan masalah
Pada siklus II semua siswa sudah mampu menyelesaikan masalah dengan baik, dan mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan siklus I.  Pertemuan ke 1 siklus II kemampuan menyelesaikan masalah dengan kategori “sangat baik” mencapai 15, 60% dan meningkat menjadi 57,60 % pada pertemuan ke 2, selebihnya dalam kategori baik. Siswa yang mencapai kategori sangat baik dalam penyelesaian masalah pada pertemuan ke 2 terdiri dari semua siswa FI dan intermediat dan hanya sebagian kecil siswa FD.

Kemampuan interaksi sosial
Kemampuan interaksi sosial siswa pada siklus II sebagian besar sudah dalam kategori “baik-sangat baik” meningkat dari siklus sebelumnya. Pertemuan ke 1 kategori  “sangat baik” (27,30 %)  yang  terdiri dari semua siswa FI dan sebagian siswa intermediat. Pada pertemuan kedua meningkat dengan kategori “sangat baik” (36,40 %)  yang terdiri dari siswa FI dan intermediat

Keterampilan psikomotorik/eksperimen siswa
Eksperimen siswa yang dilaksanakan pada pertemuan ke 1 siklus II ini meliputi merancang dan melakukan percobaan, langkah kerja dan keselamatan kerja serta ketepatan waktu praktik. Semua siswa memiliki kemampuan psikomotorik dalam melakukan eksperimen. Sebagian besar keterampilan psikomotorik siswa (66,67%) mencapai kategori sangat baik.  




Pemahaman konsep
Pada siklus II hasil belajar siswa meningkat tajam, yaitu sebanyak 33 siswa (96, 97 %) mencapai ketuntasan belajar.  Hanya 1 (satu) siswa  dengan gaya kognitif field dependent yang “tidak tuntas”.

Respon siswa
Hingga siklus II ini siswa memberikan respon positif terhadap penerapan model PBL pada pembelajaran materi pengolahan limbah. Siswa yang memberikan respon dalam kategori kategori “sangat baik” mencapai 75,76 %, atau mengalami peningkatan sebesar 9,09 % dari siklus I, yang terdiri dari siswa dengan gaya kognitif FD, intermediat dan FI.

Refleksi (reflecting)
Perbaikan proses pembelajaran yang telah dilakukan guru berdasarkan hasil refleksi dari siklus I ternyata mampu memperbaiki kualitas proses pembelajaran materi pengolahan limbah yang menerapkan model PBL. Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi hingga pelaksanaan tindakan pada siklus II, simpulkan beberapa temuan antara lain:
(1)     Aktivitas guru sudah ada peningkatan, guru sudah bisa mengakomodir siswa yang mempunyai gaya kognitif yang berbeda, mampu menyimpulkan pelajaran dengan mengajak siswa untuk menumbuhkan kesadaran lingkungan hidup. 
(2)     Aktivitas siswa sudah  dalam kategori “baik”, baik yang mempunyai gaya kognitif FI, intermediat  maupun FD, sebagian besar tugas dikerjakan sesuai petunjuk guru, sebagian besar mau menunjukan sikap ingin tahu dengan secara mandiri menggali informasi, sebagian besar mau berusaha meningkatkan kemampuan diri tanpa bantuan guru.  
(3)     Kemampuan menyelesaikan masalah pada siklus II menunjukan peningkatan baik yang mempunyai gaya kognitif FI, intermediat maupun FD, sebagian besar siswa FD sudah baik dalam pemahaman masalah dan menemukan penyebab masalah, sedangkan kelompok siswa (Polusi) dengan gaya kognitif FI menyelesaikan masalah dengan kategori “sangat baik”. Semua siswa sudah mampu menyelesaikan masalah dengan baik,
(4)     Kemampuan interaksi sosial pada siklus II menunjukan peningkatan. Sebagian besar siswa baik FI, intermediat maupun FD sudah mampu berkomunikasi efektif dan menghormati gagasan orang lain.  Pada pertemuan ke 2 siklus II kelompok siswa dengan gaya kognitif FI sudah mampu berinteraksi sosial dengan kategori “sangat baik”.
(5)     Pemahaman konsep yang dapat dilihat dari penilaian pre tes dan post tes pada siklus II mengalami peningkatan dari siklus I, hal ini dapat dilihat dari keterlibatan siswa dalam PBM, selain itu  siswa mampu mengerjakan pretes dan postes dimana  sebanyak 96,97 % mencapai ketuntasan belajar.   
(6)     Respon siswa terhadap pembelajaran model PBL pada siklus II mengalami peningkatan dari siklus sebelumnya dengan kategori “sangat baik” sebesar 75,76% yang terdiri dari semua siswa FI, intermediat dan FD.  Semua siswa memberikan respon positif terhadap penerapan model PBL. Penerapan model PBL telah melatih siswa untuk lebih mandiri dalam menggali permasalahan, dan mendorong siswa untuk berfikir kritis dalam menyelesaikan suatu permasalahan.

Pembahasan
PBL merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran yang menjadikan masalah autentik sebagai pendorong terjadinya proses belajar. PBL tidak berfokus pada penyelesaian sejumlah materi pelajaran, namun lebih menekankan pada upaya melatihkan kemampuan siswa memecahkan masalah autentik. Oleh karena itu PBL banyak melibatkan aktivitas berfikir analisis, penemuan (discovery), kooperatif, dan kemandirian belajar. Melalui penerapan model PBL siswa tidak sekedar memahami konsep namun berlatih berbagai keterampilan antara lain keterampilan berfikir, keterampilan proses, keterampilan sosial dan keterampilan psikomotorik.
Setiap siswa memiliki cara yang berbeda dalam memproses informasi “gaya kognitif”, sehingga penerapan model PBL dapat memberikan dampak berbeda pada siswa. Agar penerapan PBL dengan karakteristik analitik dan kemandirian tersebut dapat berhasil secara optimal, antara lain perlu mempertimbangkan faktor gaya kognitif siswa. Siswa dengan gaya kognitif FI yang memiliki ciri berfikir secara analitik dan mandiri dalam belajar akan cenderung lebih mudah beradaptasi dengan model PBL dibandingkan siswa siswa dengan gaya kognitif FD. Siswa dengan gaya kognitif FD berfikir secara global, dan belajar secara pasif, cenderung memerlukan bantuan dan motivasi yang lebih dari guru agar mereka mampu mencapai hasil belajar secara optimal.
Hasil observasi aktivitas guru dalam pelaksanaan tindakan disajikan pada gambar 1.





Gambar 1 menunjukkan bahwa aktivitas guru mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Pada awal pertemuan ke 1 siklus I terdapat nilai rendah pada kegiatan inti, yaitu memperlihatkan video tentang pengelolaan sampah. Hal ini karena:
(1)   guru tidak menayangkan video tersebut akibat gangguan  teknis (listrik mati) sehingga siswa langsung diarahkan ke lokasi pembuangan sampah sementara (TPS) sekolah untuk identifikasi jenis limbah
(2)   model pembelajaran PBL yang  masih asing bagi siswa karena tidak terbiasa untuk menganalisis permasalahan sehingga pada kegiatan inti memerlukan waktu lebih lama setengah jam dari perencanaan.
(3)   guru berulang kali memberikan pengarahan ketika mengerjakan LKS dan diskusi kelompok sehingga terkesan guru masih mendominasi.
Pada pertemuan berikutnya sudah mulai ada peningkatan yang signifikan. Setiap aspek kegiatan pembelajaran sudah semakin terarah dan jelas, guru sudah bisa menguasai kelas  dalam berkelompok. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dan berusaha memfasilitasi setiap kelompok yang mempunyai  gaya kognitif berbeda.
Kelompok siswa dengan gaya kognitif FD yaitu “kelompok humerus” dan “kelompok mercurius” cenderung memberi respon lambat (memerlukan waktu lebih lama) pada tugas yang diberikan guru seperti mengerjakan LKS,  kelompok tersebut juga mengalami kesulitan dalam kegiatan belajar  merumuskan masalah dan merancang metode. Hal ini terkait dengan karakteristik siswa dengan gaya kognitif FD yang cenderung hanya menerima informasi tidak terbiasa untuk menganalisis, bersifat pasif, kurang menyukai tugas mandiri (David, 2006). Secara keseluruhan aktivitas guru dalam pembelajaran pada kompetensi pengelolaan limbah  menggunakan model pembelajaran PBL tersebut dalam kategori baik bahkan sangat baik di akhir pertemuan siklus II.      
Aktivitas  siswa yang meliputi keaktifan, keantusiasan dan keceriaan dalam pembelajaran pada setiap pertemuan, baik siklus I maupun Siklus II mengalami peningkatan seperti yang disajikan pada gambar 2. 



Gambar 2 menunjukkan bahwa pada  siklus I, aktivitas siswa yang meliputi keaktifan, keantusiasan dan keceriaan masih dalam taraf “sedang’, karena masih ada sebagian  siswa terutama dengan gaya kognitif  FD yang:
(1)     belum menunjukan sikap ingin tahu dan hanya diam saja
(2)     sebagian siswa belum berusaha meningkatkan diri dengan tanpa berputus asa mencari jawaban sendiri (tidak mandiri)
(3)     sebagian besar siswa melakukan semua kegiatan aktivitas siswa jika disuruh guru terus menerus
            Fakta di atas menunjukkan jika gaya kognitif FD memerlukan petunjuk yang lebih banyak untuk memahami sesuatu, perlu mendapat dorongan dan motivasi dari guru. Selain itu  model pembelajaran PBL yang menitik beratkan  pada pemecahan masalah secara analitik, sangat membebani siswa dengan gaya kognitif FD yang cenderung hanya menerima informasi secara pasif sehingga kelas agak berisik/ribut, referensi materi yang belum lengkap serta sebagian siswa masih belum aktif dalam kelompoknya. 
Pada siklus II, aktivitas siswa dalam pelajaran mulai meningkat yaitu dengan kategori “baik” sebesar 96,96 %  (32 siswa).  Peningkatan yang tajam ini  diduga semua siswa baik memiliki gaya kognitif FI,  F intermediet dan FD sudah mulai memahami dan beradaptasi dengan model PBL dengan baik. Sebagian besar siswa dengan gaya kognitif FD sudah mulai berperan aktif memecahkan masalah. Hal ini tampak dari beberapa fakta bahwa:
(1)     hanya sebagian kecil siswa keberatan mengerjakan tugas dari guru (15%)
(2)     sebagian kecil siswa keberatan tugas dikerjakan sesuai petunjuk guru (9%)
(3)     sebagian kecil siswa belum mendengar dan memperhatikan guru (11,9%)
(4)     sebagian kecil siswa masih belum menunjukan sikap ingin tahu (7%)
(5)     sebagian kecil siswa belum mengemukakan idenya (7%)
(6)     sebagian kecil siswa yang cemberut (11,9%)  
(7)     sebagian kecil siswa yang mengantuk (7%), 
Selain hal tersebut, sebagian besar siswa menyenangi kegiatan eksperimen siswa yang menghasilkan hasil karya, sebagian besar siswa menyenangi kegiatan presentasi dan diskusi yang menampilkan hasil karya mereka, selain itu  reward berupa gebyar bintang yang diberikan guru memotivasi siswa untuk memberikan yang terbaik untuk kelompoknya.
Kemampuan menyelesaikan masalah pada setiap siklus mengalami peningkatan seperti disajikan pada gambar 3. Kelompok “humerus” dan kelompok “mercurius” yang memiliki gaya kognitif  FD,
(1)     sebagian siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok maupun diskusi kelas siswa sesekali mampu mencari solusi permasalahan (48,5 %).
(2)     sebagian siswa masih belum mampu membaca masalah (12,12%)
(3)     sebagian kecil siswa  tidak mampu mengidentifikasi masalah (6,06%)
(4)     sebagian kecil siswa tidak mampu menemukan penyebab masalah (6,06%)
(5)     sebagian siswa kurang mampu memilih permasalahan utama untuk eksperimen (39,4%)
Sedangkan pada “kelompok saturnus’,”kelompok bumi” dan kelompok mars” yang memiliki gaya kognitif intermediat mampu mengidentifikasi masalah namun belum runtut, mampu menemukan penyebab masalah namun kurang mampu memilih permasalahan utama untuk eksperimen.



Pada  siklus II guru telah mampu menfasilitasi siswa agar menyelesaikan masalah dalam pembelajaran yang menggunakan model PBL, kemampuan siswa menyelesaikan masalah mengalami peningkatan dimana kategori “sangat baik” mencapai 57,6 % .  Pada siklus II ini siswa yang memiliki gaya kognitif  FD,
(1)     sebagian sudah mampu membaca masalah dan meyakini diri telah memahami dengan benar ditandai dalam presentasi dan diskusi memberikan  fakta dan ungkapan yang jelas, nada bicara tepat, memberi contoh dengan kata-kata sendiri dan mengklarifikasi
(2)     sebagian mampu mengidentifikasi masalah secara runtut dan jelas sehingga memudahkan untuk merumuskan masalah.
Siswa dengan gaya kognitif intermediat :
(1)     mampu menemukan penyebab masalah yang ditandai dengan adanya pemahaman akar permasalahan
(2)     siswa  mampu memilih permasalahan utama untuk ekperimen 
(3)     sebagian siswa mampu  menyelesaikan tugas-tugas kelompok dan siswa mampu mencari solusi permasalahan. 
Selain itu dengan semakin memahami dan beradaptasi dengan model pembelajaran PBL pada siklus II, telah memotivasi siswa untuk terlibat dalam menggali informasi lebih jauh tentang pengelolaan limbah ini. Siswa  diajak untuk menganalisis mengapa permasalahan yang ditemukan tersebut dapat terjadi, dan dari manakah sumber permasalahan berasal. Kelompok siswa dengan gaya kognitif FD pada siklus II ini dapat menjawab masalah dengan benar berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah serta mampu mengevaluasi dalam memecahkan masalah sehingga penilaian kemampuan masalahnya dengan kategori “sangat baik”.
Peningkatan kemampuan menyelesaikan masalah pada setiap siklus tersebut sejalan dengan penelitian Reta (2012) yang melaporkan adanya perbedaan yang signifikan dalam keterampilan berfikir kritis antara kelompok siswa yang belajar dengan gaya kognitif field Independent (FI) dan siswa yang belajar dengan gaya kognitif field dependent (FD). Siswa yang memiliki gaya kognitif FI lebih unggul daripada siswa yang memiliki gaya kognitif FD dalam pencapaian berfikir kritis (menyelesaikan masalah).
Kemampuan interaksi sosial pada setiap siklus mengalami peningkatan seperti disajikan pada gambar 4.

Pada gambar 4 diatas dapat dilihat pada siklus I kemampuan interaksi sosial sebagian besar masih dalam kateori “sedang” untuk semua siswa gaya kognitif  FD, Fintermediat dan FI. Pada siklus I ini,
(1)     sebagian siswa  berkomunikasi secara kurang efektif ditandai dengan ungkapan yang cukup jelas dan nada bicara tepat (±24% )
(2)     sebagian siswa  siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok maupun diskusi hanya sesekali menyumbangkan gagasannya (±24% )
(3)     sebagian siswa  hanya sesekali terlibat dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok dan melaksanakan tugas-tugas individu dengan baik dan tepat waktu (±36%)  
(4)     sebagian besar siswa  sudah sering menunjukan sikap mendengarkan orang lain yang berbicara atau berpendapat, sering  menunjukan sikap menghormati gagasan orang lain (tidak acuh, tidak meremehkan, tidak mengejek dan tidak  menentang)    (± 70%)
Kemampuan interaksi sosial mengalami peningkatan yang signifikan mulai siklus II untuk semua gaya kognitif. Peningkatan yang cukup tajam pada siklus II ini . Sebagian besar siswa sudah berkomunikasi  efektif yang ditandai dengan ungkapan yang jelas, nada bicara tepat dan dengan kata-kata sendiri. sebagian besar siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok maupun diskusi sering menyumbangkan gagasannya. Sebagian besar siswa selalu terlibat dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok dan melaksanakan tugas-tugas individu dengan baik dan tepat waktu, sering  mendengarkan orang lain yang berbicara dan berpendapat dan sering menunjukan sikap  menghormati gagasan orang lain. 
Peningkatan aktivitas guru dan siswa berdampak langsung pada peningkatan hasil belajar siswa.  Berdasarkan hasil penelitian Siklus I dan II dapat dilihat dengan menggunakan model pembelajaran PBL terjadi peningkatan pemahaman konsep terhadap pembelajaran seperti gambar 5.
 
                                 
Gambar 5 menunjukkan bahwa pada siklus I secara klasikal siswa belum mencapai ketuntasan belajar, dimana siswa yang tuntas < 85%, meskipun  hasil ini masih lebih baik dibandingkan hasil evaluasi semester sebelumnya (2012) pada kompetensi yang sama, yaitu hanya 40%  dengan nilai rata-rata kelas 68,6.  Siswa yang belum tuntas sebanyak 30,30 % merupakan siswa dengan gaya kognitif field dependent. Karena model pembelajaran ini masih asing bagi siswa sehingga pada siklus I siswa belum memperoleh hasil maksimal. 
Pada siklus II terjadi peningkatan secara signifikan ketuntasan belajar secara klasikal mencapai 96,97 %, dengan rata-rata nilai 80,06. Hasil evaluasi lembar kerja siswa menunjukkan semua kelompok mendapat kategori “sangat baik” dengan nilai rata-rata kelompok 88,87. Hampir semua siswa baik yang memiliki gaya kognitif FD, Fintermediat maupun FI sudah memahami dan beradaptasi dengan model  PBL dengan baik, walaupun pada siklus II ini dengan materi pelajaran yang berbeda. Siswa sangat menikmati pembelajaran karena saling berinteraksi antar teman sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan masalah dan tugas-tugas. Peningkatan pemahaman dengan menggunakan model pembelajaran PBL pada pembelajaran juga dilaporkan oleh Dewi (2012), pada pembelajaran Matematika di Kelas XII IA di SMAN 2 Barabai.
Hasil penilaian keterampilan psikomotorik dalam melaksanakan eksperimen, disajikan pada gambar 6. Keterampilan psikomotorik sebagian besar siswa dalam kategori “sangat baik” yakni sebesar 66,67 % dicapai oleh kelompok dengan gaya kognitif FI dan Fintermediet, sedangkan kategori “baik” sebesar 33,33% bagi kelompok FD. Sebagian besar siswa, 74 % terampil menggunakan alat dan bahan yang tepat dan melakukan eksperimen secara sistematis dan memperhatikan keselamatan kerja, 76,2 %  .


Teo (2006) berpendapat bahwa PBL merupakan model pembelajaran dengan praktik (hand-on learning), kelompok kooperatif (cooperative learning) dan penemuan (dicovery) untuk mencapai penyelidikan dan berfikir kritis ketika mempelajari konsep atau materi pelajaran.   
Keberhasilan penerapan model PBL juga ditunjukkan oleh respon siswa yang positif terhadap penerapan model PBL dalam pembelajaran pengolahan limbah, seperti disajikan pada gambar 7. Hal ini menunjukkan bahwa siswa menyukai penerapan model ini, karena mempermudah memahami konsep dan beraktivitas secara kontekstual dengan cara yang lebih variatif dan bebas. Menurut Kusumojanto dan Herawati (2009) respon siswa sangat positif artinya siswa senang dalam pembelajaran karena dapat meningkatkan rasa saling percaya sesama te­man, siswa mau menerima ide atau pendapat dari orang lain, siswa mampu mengemukakan pendapat dengan baik, melatih untuk berbagi pengeta­huan dengan teman-teman yang lain, membuat siswa saling menghargai & berinteraksi satu dengan lainnya dan lebih mu­dah memahami materi.

A.  Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di kelas XI-1 Perawat Kesehatan SMK Negeri 1 Murung Pudak dapat disimpulkan:
(1)   Penerapan model pembelajaran problem based learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan masalah pada kompetensi pengolahan  limbah, dari 51,50% siswa mencapai kategori”baik” hingga “sangat baik” pada siklus I, menjadi 100% pada siklus II. Semua siswa dengan gaya kognitif FI mencapai kategori “sangat baik”, sementara siswa FD mencapai kategori “baik”.
(2)   Penerapan model pembelajaran PBL dapat meningkatkan kemampuan interaksi sosial siswa berdasarkan gaya kognitif, dari kategori baik hingga sangat baik sebesar 57,6% pada siklus I, menjadi 100%  pada siklus II. Kemampuan interaksi sosial semua siswa dengan gaya kognitif FI dan sebagian intermediet mencapai kategori sangat baik.
(3)   Penerapan model pembelajaran PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pengolahan limbah. Nilai rata-rata siswa meningkat dari 75,36 menjadi 80,06, sedangkan ketuntasan klasikal mengalami peningkatan dari 69,70% pada siklus I menjadi 96,97% pada siklus II.
(4)   Keterampilan psikomotorik semua siswa dalam melaksanakan eksperimen mencapai kategori “baik” hingga “sangat baik”.  Keterampilan psikomotorik dengan kategori “sangat baik” sebesar 66,67 % dicapai oleh siswa gaya kognitif FI dan intermediat, sedangkan kategori “baik” sebesar 33,33% dicapai oleh siswa dengan gaya kognitif FD.
(5)   Siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran dengan menggunakan model PBL. Pada siklus I  respon siswa dengan kategori “sangat baik” sebesar 66,67%  dan kategori “baik” sebesar 33,33%, sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan kategori “sangat baik” menjadi 75,76% pada siswa dengan gaya kognitif  FI dan kategori “baik” menjadi 24,24 % pada siswa dengan gaya kognitif FD.    
(6)   Ada perbedaan penyelesaian masalah pada siswa dengan gaya kognitif FD dan FI.  Siswa dengan gaya kognitif FI menyelesaikan masalah secara analitis, detil, mandiri, rasa ingin tahu yang besar  dan berfikir lebih kritis, sedangkan siswa dengan gaya kognitif FD menyelesaikan masalah secara global, tergantung petunjuk guru, senang dengan tugas kelompok, sering meminta saran pada guru.
B.  Saran
(1)     Guru dapat menerapkan model pembelajaran PBL sebagai alternatif model pembelajaran untuk melatihkan berbagai keterampilan pada siswa antara lain memecahkan masalah, proses, psikomotorik, sosial dan keterampilan berfikir.
(2)     Guru hendaknya lebih mengenal tipe gaya belajar siswa dalam memberikan informasi, khususnya gaya kognitif field dependent dan field independent sehingga mutu pembelajaran akan meningkat. Sebaiknya guru menyesuaikan dengan gaya belajar siswa.

DAFTAR RUJUKAN
Alma, B, Mulyadi, H, Razati, G, Nuryati, Lena S.  2008.  Guru Profesional.  Bandung: Alfabet.
Ananda,R. 2011.  Project Based learning. Http:/modelpembelajaran online. blogspot.com/2011/04/projeck-based-learning.html
Ardana.  2008.  Model pembelajaran Matematika Berwawasan Konstruktivisme yang Berorientasi pada Gaya Kognitif dan Budaya.  Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, No. 3 Th. XXXXI.
Arends, R.I. 2008. Learning to Teach. 7th edition. Terjemahan oleh Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Boud, AL dan Felleti, GI.  1997.  The Challenge of Problem Based Learning.  London.  Kogapage.
Cano, J. 1993. Learning Style. In E. Norland, J.Heimlich, B. Seevers, K.Smith, & Johns (eds.), Understanding and teaching the adult learners. San Francisco: Jossey-Bass Publisher.
Chotimah, H dan Dwitasari. 2007.  Model-Model Pembelajaran PTK. PLPG Unlam. 2010.
Danili, E. and Reid, N. 2006. Cognitve factors that can potentially affect pupils’s test performance. Chemistry Education Research and Practice, 7(2), 64-83.
Davis, G, A. 2006. Learning Style and Personality Type Preferences of Community Development Extention Educators. Journal of Agricultural Education, 47(1): 90-99.
Dewi, RS.  2012.  Upaya Peningkatan Interaksi Sosial dan Prestasi Belajar Siswa dengan Problem Based Learning pada Pembelajaran Kimia Pokok Bahasan Sistem Koloid di SMAN 5 Surakarta.  Makalah.
Dewi, S.R. 2008.  Penerapan Pembelajaran Model Learning Cycle dalam Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas XII IA di SMAN 2 Barabai.  Barabai. Tidak Diterbitkan.
Djamarah, Syaiful, B dan Zain, A.  1995.  Strategi Belajar Mengajar. Banjarmasin: PT. Rieneka Cipta-An Analysis Of Integrative Project Based Entrepreneurship Education.  Journal of Asia Entrepreneurship and Sustainablility.  Paper.
Ghufron, MN dan Risnawita, R.  2012.  Gaya Belajar.  Kajian Teoritik.  Pustaka Pelajar.  Yogyakarta
Haryati, A.  2013.  Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan Masalah dan Interaksi Sosial Kelas XI-1 Program Keahlian Perawat Kesehatan SMKN 1 Murung Pudak Tahun 2013 Pada Kompetensi pengelolaan Limbah Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL).  Penelitian Tindakan Kelas.  Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tabalong.
Koch, Chloesta.S dan Klandt.H.  2006.  Project Seminar Business Plan Development-An Analysis Of Integrative Project Based Entrepreneurship Education.  Journal of Asia Entrepreneurship and Sustainablility..  Paper
Kusumojanto,DD dan Herawati,P.  2009.  Peneraqpan Pembelajaran Kooperatif model NHT untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Diklat Manajemen perkantoran Kelas X APK di SMK Ardjuna Malang.        Fakultas Ekonomi Universitas Malang.  Http://library.um.ac.id/ptk/indexphp?mod:detail&id:37617.
Lasmawan.  2004.  Inovasi Pendidikan Ilmu Sosial.  Bandung.  Rosdakarya Pres.

Rais.  2010.  Pengembangan Model Project Based Learning.  Suatu Upaya Meningkatkan Kecakapan Akademik Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin UNM.  Laporan Penelitian  Tahun I DP2M DIKTI-LEMLIT UNM.
Reta, I.K.  2012.  Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Keterampilan Berfikir Kritis Ditinjau Dari Gaya Kognitif Siswa.  Artikel.  Program Studi Pendidikan IPA.  Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Ganesha.  FMIPA UNDIKSHA.
Rosenfeld, Sherman; Benhur, Yehuda.  2001.  Project Based Learning In Science and Tecnology. A Case Study of Professional Development.  Journal of Action Research and Professional Development.
Sanjaya, W.  2008.  Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.  Jakarta.  Kencana Prenada.  Media Group.
Santyasa, IW  dan Sukadi.  2009.  Model-Model pembelajaran Inovatif.  Makalah disajikan dalam Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG).  UNDIKSHA.  Singaraja 7-17 September 2009.
Sholahuddin, A.  2012.  Pengembangan Instrumen.  Tugas Mata Kuliah Penunjang Disertasi.  PPS prodi Pend. Sains Unesa Surabaya.
Sudiman.  2006.  Media Pendidikan.  Jakarta.  PT. Raja Grafindo Persada.
Sudjana, N.  2005.  Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.  Bandung.  PT. Remaja Rosdakarya.
Susilo.2007. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta : Pustaka.
Sutriani, NK.  2008. Penerapan Model Problem Based Learning untuk MeningkatkanKemampuan Komunikasi Matematika Siswa kelas VIIIA SMPN 6 Singaraja.  Skripsi(Tidak Diterbitkan).  Jurusan pendidikan Matematika.  FMIPA UNDIKSHA.
Sutrisno.  2006.  Problem Based Learning.  Dalam Monograf Model-Model pembelajaran Sains (Kimia) Inovatif.  Malang.  Jurusan Kimia.
Teo,N. 2006.  Teaching Strategies That Promote Thingking: Model and Curiculum Approaches.  Edited by Ai-Choo Ong and Gary D Borich.  Singapore:McGraw Hill.
Thomas, JW.  2000.  A Riview of Research on Project Based Learning.  Retrieved 18 July 2005 from http:/www.autodesk.com/foeundation.
Tim Broad Based Education (BBE).  2003.  Pendidikan Kecakapan Hidup.  Jawa Timur.
Witkin, HA, Oltman, PK,  Raskin, E.,& Karp, S.A.  1971.  The Effect of Training and of structural aids on performance in three test of space orientation.  (Report No. 80).  Washington D.C.  Civil Aeronautics Administration, Division of Research.


Suka artikel ini?

0 komentar on MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PENGOLAHAN LIMBAH BERDASARKAN GAYA KOGNITIF SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING :

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Komunitas Komunitas