IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
MODEL PROBLEM BASED LEARNING
BERBASIS KARAKTER
DALAM
MENGHADAPI ABAD 21
Oleh :
ANI
HARYATI
NIP.
19671227 200701 2 012
PEMERINTAH
KABUPATEN TABALONG
DINAS
PENDIDIKAN
SMK
NEGERI 1 MURUNG PUDAK
TAHUN
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
UUD 1945(versi Amandemen), pasal 31, ayat
3 menyebutkan,”Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”
Pasal 31, ayat 5 menyebutkan,”Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”(Aziz, 2011).
Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan
dalam Undang – Undang No.20 Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”(Aziz, 2011).
Pernyataan
pada Undang-Undang tersebut menginginkan semua warga negara Indonesia mempunyai
watak atau karakter baik yang merupakan sifat alamiah manusia itu sendiri yang
dimiliki manusia sejak ia dilahirkan.
Pada
abad 21 ini, seiring dengan era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan dunia
informasi, bangsa Indonesia sedang dilanda krisis nilai-nilai luhur yang
menyebabkan rendahnya martabat bangsa ini di mata bangsa lain. Karakter bangsa
yang dapat dilihat dari kehidupan warga negaranya pada saat ini sedang
mengalami krisis di berbagai segi kehidupan. Krisis ini juga melanda para siswa
baik tingkat dasar maupun menengah bahkan perguruan tinggi. Sering kita dengar
berita di berbagai media tentang perkelahian massal, pengedaran dan penggunaan
obat-obat terlarang, penggunaan minuman keras, pergaulan bebas, dan tindak
kekerasan yang terjadi di kalangan siswa dan mahasiswa.
Tentu
kita bertanya-tanya, apa yang salah dengan sistem pendidikan kita sekarang ini,
siswa dan mahasiswa yang kita harapkan sebagai generasi penerus bangsa dengan
karakter terbaik sesuai dengan amanat Undang-Undang diatas, pada kenyataannya
masih banyak yang mengalami krisis karakter. Krisis karakter ini akan
melunturkan nilai-nilai kebersamaan dan kepedulian sosial, melemahnya rasa
malu, hilangnya rasa tanggung jawab dan kurangnya ketaatan kepada hukum dan
aturan yang berlaku. Permasalahan ini harus segera dicarikan solusinya,
sehingga nasib bangsa ini dapat diselamatkan.
Melihat
realita diatas, kita tentunya berpikir bahwa bagaimana mungkin seorang siswa
atau mahasiswa yang sebagian besar waktunya digunakan untuk belajar baik
disekolah ataupun ditempat-tempat lain dapat bersikap yang tidak pantas dalam
kehidupannya. Boleh jadi selama ini yang dipelajari oleh siswa di sekolah
hanyalah materi yang bersifat akademik saja tanpa menyentuh sisi karakter dari
siswa. Dalam proses pembelajaranpun guru sudah terbiasa menggunakan metode
ceramah dan penugasan yang sering kali membuat siswa bosan untuk belajar
sehingga pengalaman belajar yang didapatkan tidak maksimal, hasil belajar siswa
biasanya hanya ditekankan pada perolehan angka-angka belaka, tanpa peduli
dengan pengalaman apa yang telah siswa dapatkan dari proses belajar tersebut
yang berguna bagi kehidupannya kelak.
Cerita
ini menjadi salah satu contoh gambaran proses pembelajaran saat ini di sekolah,
yang diceritakan oleh seorang penulis buku tentang pendidikan. Suatu ketika anak-anak di sebuah kelas
Biologi sedang membuat sebuah pamflet tentang SASR dan AIDS, dari kertas karton
berwarna warni, dengan tulisan tangan yang rapi. Saya sangat terkesan dengan
tugas yang diberikan guru kreatif ini, saya pikir mereka akan manjadi anak-anak
yang peduli terhadap masalah tersebut dan berbuat sesuatu bagi orang lain. Lalu
saya bertanya pada salah satu siswa dikelas itu, “ Bagus sekali karyamu, untuk
apa pamflet ini dibuat! ” Spontan ia menjawab “ Untuk sebuah nilai yang bagus!”
sejenak saya terperanjat, tetapi saya mengakui kejujuran hatinya ( Windyartini,
2008 ).
Itulah
gambaran anak-anak yang hidup dengan dunia angka. Dunia yang berisi orang tua,
juga terkadang guru atau sekolah yang bukan menjadikan mereka sebagai pribadi
yang utuh tetapi lebih sebagai robot-robot pencetak angka 100.
Seolah dunia akan
menghargai mereka dengan angka sebagai satu-satunya alat ukur yang melegitimasi
mereka sebagai anak – anak yang berprestasi
( Windyartini, 2008 ).
Mencermati
kenyataan diatas, penulis ingin berusaha mencari solusi dari permasalahan tersebut.
Dalam kapasitasnya sebagai seorang pendidik, penulis ingin mengenalkan sebuah
model pembelajaran yang dapat menumbuhkan karakter siswa dalam proses
pembelajaran yaitu Pembelajaran kontekstual Problem Based Learning.
Pembelajaran kontekstual pada merupakan pembelajaran yang sangat berhubungan
dengan dunia nyata, kondisi yang sedang dihadapi pada saat sekarang dan juga
mengajak siswa untuk berinteraksi sosial untuk menumbuhkan karakter siswa yang
mandiri, bertanggung jawab, menghargai orang lain dan mampu bekerjasama dengan
oranglain, selain itu memberi peluang kepada siswa yang
berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama
lain atas tugas- tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan
kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain. Selain unggul dalam membantu
siswa memahami konsep- konsep sulit, model ini sangat berguna untuk membantu
siswa menumbuhkan kemampuan kerjasama. ( Ibrahim, 2000 )
Dengan
pembelajaran kontekstual diharapkan dapat menumbuhkan karakter siswa sehingga
bersikap lebih peduli dengan sesama, bertanggung jawab, menghargai orang lain,
patuh dan taat terhadap hukum, dan sifat terpuji lainnya.
B.
Rumusan masalah
Berdasarkan
latar belakang permasalahan di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apakah
pengertian karakter dan pendidikan karakter ?
2. Apakah
pengertian pembelajaran kontekstual Problem Based
Learning (PBL) ?
3. Bagaimanakah
implementasi model pembelajaran kooperatif berbasis karakter dalam menghadapi
abad 21 ?
C.
Tujuan penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah yang dikemukakan di atas, penulisan makalah ini bertujuan:
1.
Untuk mengetahui pengertian
karakter dan pendidikan karakter.
2. Untuk
mengetahui pengertian pembelajaran kontekstual PBL.
3. Untuk
mengetahui implementasi model pembelajaran kooperatif berbasis karakter dalam
menghadapi abad 21.
D.
Manfaat penulisan
Dari
pembahasan dalam makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat terutama bagi:
1. Siswa
Sebagai
bahan acuan untuk mengimplementasikan model pembelajaran kooperatif sehingga
memperoleh pendidikan karakter dari proses pembelajaran.
3
|
2.
Guru
Sebagai
bahan acuan dalam menjalankan tugas, bukan hanya sebagai pengajar akademik
namun sebagai pendidik yang juga bertanggung jawab terhadap pendidikan karakter
siswa.
3.
Sekolah
Untuk meningkatkan mutu
sekolah tidak hanya bidang akademik namun juga dalam pembinaan karakter siswa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Karakter dan
Pendidikan Karakter
Dalam Kamus Poerwadarmita(Agusmimha, 2011), karakter diartikan
sebagai tabiat; watak; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang daripada yang lain. Berikut ini beberapa pengertian karakter menurut
beberapa ahli pendidikan :
1.
Menurut Ghajali dalam Shintawati(2011)
karakter adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa melakukan pertimbangan pikiran.
2.
Menurut Bakti(2011) karakter adalah nilai-nilai yang khas baik(tahu nilai kebaikan,
mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap
lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terjawantahkan dalam perilaku.
3.
Menurut Aziz(2011) karakter adalah kualitas atau kekuatan mental dan moral,
akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang
membedakan dengan individu lain.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
karakter adalah kualitas kehidupan seseorang dengan nilai-nilai moral baik yang
merupakan kepribadian khusus yang membedakan individu dengan individu lain.
Mengingat pentingnya penanaman karakter pada diri siswa, maka
pemerintah pada saat ini sedang menggalakkan suatu sistem pendidikan yang
menghubungkan proses pembelajaran dengan karakter siswa, yaitu pendidikan karakter.
Pendidikan karakter adalah upaya yang harus melibatkan semua pihak baik rumah
tangga dan keluarga, sekolah dan lingkungan sekolah dan masyarakat luas(Aziz, 2011).
Sedangkan menurut Komar(2010) pendidikan karakter adalah pemberian pandangan
mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian,
tanggungjawab, kebenaran, keindahan, kebaikan, dan keimanan. Dengan demikian,
pendidikan karakter dapat mengintegrasikan informasi yang diperolehnya selama
dalam pendidikan untuk dijadikan pandangan hidup yang berguna bagi upaya
penanggulangan persoalan hidupnya.
Menurut bakti(2011) faktor penyebab lemahnya pendidikan
karakter pada saat ini adalah sebagai berikut:
1.
5
|
Dengan adanya UN, siswa termotivasi untuk mendapatkan nilai
sebaik-baiknya dan bisa lulus pada semua mata pelajaran, tanpa menghiraukan
pengalaman belajar yang telah diperolehnya dari proses pembelajaran. Karena
itu, tugas seorang guru untuk berinovasi dalam memvariasikan cara mengajar
sehingga siswa mendapatkan pengalaman belajar yang lebih baik sehingga bisa
diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal inilah yang lebih lanjut akan
dibahas dalam makalah ini.
2.
Kondisi sosial yang kurang mendukung pembangunan karakter yang baik. Meningkatnya
masalah anak dan remaja tentu tidak berdiri sendiri. Banyak faktor yang
mempengaruhi munculnya masalah anak dan remaja. Misalnya karena hubungan orang
tua yang tidak harmonis, pengaruh teman, pengaruh tontonan seperti televisi,
CD, dan sebagainya. Semua ini turut membentuk kepribadian remaja yang masih
labil(Komari, 2001) sehingga akan mempengaruhi karakter remaja tersebut.
B.
Pengertian
Pembelajaran Kontekstual sebagai Pembekalan
Kecakapan Hidup
( Life skill)
Menurut Djamarah (1995) pendidikan disekolah umumnya mempunyai dua
tujuan utama yaitu pertama , mempersiapkan siswa untuk memasuki jenjang
pendidikan formal yang lebih tinggi, mengembangkan diri untuk hidup dalam
masyarakat sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang berlaku.
Penggunaan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran sangat mendukung
pencapaian tujuan yang kedua ini. Selama ini telah dilakukan berbagai upaya
untuk teknologi yang pesat. Dengan pembelajaran kontekstual siswa diharapkan
dapat memperkuat, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan ketrampilan
akademisnya dalam berbagai kondisi
dilingkungan sekolah maupun diluar sekolah dalam rangka memecahkan
permasalahan yang disimulasikan maupun permasalahan nyata.
Pembelajaran kontekstual berlangsung apabila
siswa menerapkan apa yang mereka pelajari dengan mengacu kepada permasalahan
nyata yang bersangkut paut dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai
siswa, anggota keluarga, anggota masyarakat maupun warga negara. Melalui
pembelajaran kontekstual diharapkan siswa dapat berlatih mengenal diri sendiri
(personal skills) menekankan
keterampilan berpikir tingkat tinggi (thingking
skills) melakukan transfer pengetahuan lintas disiplin akademik dan
berlatih mengumpulkan, menganalisis, mensintesis informasi dan data dari
barbagai sumber dan dengan berbagai sudut pandang ( academic skills).
Penggunaan pembelajaran kontekstual memiliki
potensi juga untuk tidak hanya mengembangkan sikap, nilai serta kreatifitas
siswa dalam memecahkan masalah yang terkait dengan kehidupan mereka sehari-hari
melalui interaksi dengan sesama siswa misalnya dengan melalui pembelajaran
berbasis masalah (PBL) sehingga mengembangkan keterampilan berkreasi/inovasi.
(Chotimah, 2007)
C.
Model Pembelajaran Kontekstual Problem Based
Learning (PBL)
PBL (Project based learning/Pembelajaran
Berbasis Proyek) merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai
langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru
berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata. PBL dirancang untuk
digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan pelajar dalam melakukan
investigasi dan memahaminya. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat
membantu siswaagar memiliki kreativitas berfikir, pemecahan masalah dan
interaksi serta membantu dalam penyelidikan yang mengarah pada penyelesaian
masalah-masalah nyata adalah PBL (Thomas, 1999 dalam Rais ,2010).
Berbeda
dengan model-model pembelajaran tradisional yang umumnya bercirikan praktik
kelas yang berdurasi pendek, terisolasi/lepas-lepas, dan aktivitas pembelajaran
berpusat pada dosen, maka model project-based learning lebih menekankan
pada kegiatan belajar yang relatif berdurasi panjang, holistik-interdisipliner,
perpusat pada pebelajar, dan terintegrasi dengan praktik dan isu-isu dunia
nyata. Dalam project-based learning mahasiswa belajar dalam situasi
problem yang nyata, yang dapat melahirkan pengetahuan yang bersifat permanen
dan mengorganisir proyek-proyek dalam pembelajaran (Thomas, 2000).
Buck
Institute for Education (1999) dalam Rais (2010) menyebutkan bahwa project-based
learning memiliki karakteristik, yaitu: (a) siswa sebagai pembuat
keputusan, dan membuat kerangka kerja, (b) terdapat masalah yang pemecahannya
tidak ditentukan sebelumnya, (c) siswa sebagai perancang proses untuk mencapai
hasil, (d) siswa bertanggungjawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi
yang dikumpulkan, (e) melakukan evaluasi secara kontinu, (f) siswa secara
teratur melihat kembali apa yang mereka kerjakan, (g) hasil akhir berupa produk
dan dievaluasi kualitasnya, dan (h) kelas memiliki atmosfer yang memberi
toleransi kesalahan dan perubahan.
Kegiatan
workshop project-based learning bagi tutor menurut Rosenfeld (2001) terdiri dari: (1) membuat pertanyaan yang
akan dijadikan proyek, (2) memilih pertanyaan utama atau menentukan proyek, (3) membaca dan mencari materi yang relevan
dengan masalah, (4) merancang masalah, (5) merancang/ metode yang tepat dalam
memecahkan masalah, (6) menulis proyek proposal, (7) implementasi dan membuat
dokumen tugas, (8) analisis data dan membuat simpulan, (9) membuat laporan
final, (10) mempresentasikan proyek final.
Langkah
yang lebih singkat untuk setting siswa menurut Thomas (2000) adalah: Pertama
persiapan formulasi problem (memilih tema proyek, membuat pertanyaan, membuat list,
membuat defenisi, memilih dan memutuskan proyek, memformulasi problem dan
hipotesis). Ini adalah tahapan standar pengantar pembelajaran dimana informasi
dan jadwal dibuat siswa berusaha memahami satu sama lain dengan memperkenalkan
diri dan mengumpulkan harapannya di dalam keseluruhan aktivitas proyek.
Menurut
Thomas (2000) langkah penting dalam
pengerjaan suatu proyek yang berbasis masalah antara lain :
(1)
Merancang dan menyiapkan perlengkapan untuk proyek,
menentukan metode, tempat, dan gejala-gejala.
(2)
Pembentukan kelompok dan pemilihan proyek: siswa
diharapkan untuk memecahkan permasalahan yang dipilih secara jujur dalam
kelompok kecil
(3)
Pengumpulan informasi: presentasi ringkas dan diskusi
proyek individual, yang mendukung pengumpulan berbagai pandangan atas proyek.
(4)
Langkah kerja proyek: langkah kerja merupakan bagian
penting dari kerja kelompok. Adapun hal-hal yang dilihat berkaitan dengan
bagaimana motivasi mahasiswa dalam mengikuti project-based learning,
cara siswa dalam melakukan problem-solving, proses kolaborasi antar
siswa dan guru, serta kemandirian mahasiswa dalam menyelesaikan proyek-proyek.
Langkah ketiga adalah Evaluasi (interpretasi
dan membuat perbandingan, menyimpulkan & membuat laporan proyek). Hal-hal
yang disiapkan dalam PBL: kurikulum, perelengkapan proyek, lingkungan
fisik,lingkungan sosial dan interaksi aspek-aspek tersebut.
D.
Implementasi Pembelajaran Kontekstual Berbasis Karakter dalam Menghadapi abad
21
Pada
pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP) guru memegang peranan yang
sangat penting. Guru dapat melakukan inovasi pembelajaran sesuai dengan
lingkungan sekolah dan tuntunan masyarakat di sekitarnya. Kebiasaan guru pada
saat ini yang mengajar dengan metode ceramah dan penugasan saja sudah dianggap
tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Perkembangan zaman yang menuntut siswa
untuk mendapatkan pengalaman belajar yang tidak hanya berupa pengetahuan
akademik saja, namun juga perlunya penanaman karakter pada diri siswa.
Penanaman karakter pada diri siswa ini dapat dilakukan guru dengan
memvariasikan cara mengajarnya melalui suatu model pembelajaran yang lebih
menekankan pada penanaman karakter siswa. Salah satu model pembelajaran yang
dapat menanamkan karakter siswa dalam prosesnya adalah model pembelajaran
kooperatif.
Strategi
implementasi pembelajaran kontekstual pada
Problem Based Learning dimana
dalam pelaksanaannya siswa saling berinteraksi sosial dalam menyelesaikan
masalah. Pembelajaran kurikulum 2013
tersebut dalam implementasinya dapat mengintegrasikan karakter-karakter yang ingin
ditanamkan pada siswa dalam langkah-langkah kegiatan pembelajaran. Misalnya
dalam diskusi kelompok, seorang siswa dituntut untuk mempunyai karakter dapat
menghargai pendapat orang lain, berani mengemukakan pendapat, bekerjasama, dan lebih
aktif dalam proses pembelajaran.
Beberapa
penelitian tentang pembelajaran kontekstual telah dilakukan oleh beberapa orang
peneliti pendidikan. Hal ini
menunjukkan dapat menumbuhkan karakter pada diri siswa. Hal inipun dialami oleh
penulis yang melakukan penelitian dengan judul”Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan Masalah dan Interaksi Sosial Kelas XI-PK1
Program Keahlian Perawat Kesehatan Tahun 2013 pada Kompetensi Pengelolaan Limbah
menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning..
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa penerapan
pendekatan kontekstual pada model pembelajaran PBL dapat meningkatkan kemampuan
menyelesaikan masalah dan interaksi sosial pada pembelajaran pengelolaan
limbah. Prosentasi kemmapuan
menyelesaikan masalah naik dari kategori “
sedang” dan “baik” pada siklus I menjadi kategori “baik” dan “sangat
baik” pada siklus II (Haryati, 2013).
Hubungan
antara model pembelajaran kooperatif, pendidikan karakter, dan karakter siswa
dapat dilihat dari gambar berikut ini.
Pembelajaran kontekstual model PBL
|
Karakter Siswa
|
Pendidikan
Berbasis Karakter
|
Dari
gambar diatas dapat diterangkan sebagai berikut:
Pembelajaran
kontekstual model PBL diimplementasikan
dalam proses pembelajaran untuk mengoptimalkan pelaksanaan pendidikan karakter.
Selanjutnya dengan pendidikan karakter ini diharapkan akan mampu menanamkan
karakter baik pada diri siswa. Pemberian bekal karakter bagi siswa pada gambar
diatas ditunjukkan dengan angka panah, yaitu apa yang diperoleh siswa dari
pembelajaran dengan model kooperatif
PBL.
Dengan
demikian dapat kita simpulkan bahwa pembelajaran kontekstual model pembelajaran Problem
Based Learning dapat diimplementasikan berbasis karakter
dengan tujuan untuk mengoptimalkan pelaksanaan pendidikan karakter siswa di
sekolah sehingga tertanam dalam diri siswa karakter baik yang merupakan bekal
baginya untuk menghadapi kehidupan di abad 21 ini.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pendidikan
karakter adalah pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup,
seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian, tanggungjawab, kebenaran, keindahan,
kebaikan, dan keimanan.
2. Pembelajaran
kontekstual Problem Based Learning merupakan
salah satu model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang
heterogen dan dikelompokkan dengan tingkat kemampuan yang berbeda.
3. Strategi implementasi pembelajaran kontekstual model Problem Based Learning berbasis karakter dapat
dilakukan dengan pola mengintegrasikan karakter-karakter yang ingin ditanamkan
pada siswa dalam langkah-langkah kegiatan pembelajaran.
B.
Saran
1. Bagi siswa
Hendaknya bersungguh-sungguh dalam
mengikuti proses pembelajaran untuk bekal dalam menghadapi kehidupan kelak.
2. Bagi guru
Hendaknya menjadikan pembelajaran kontekstual sebagai salah satu pendekatan dalam mengajar dalam upaya untuk menanamkan karakter
pada diri siswa.
3. Bagi sekolah
Hendaknya memberikan fasilitas dan
faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan pembelajaran kontekstual PBLkepada
guru yang ingin mengimplementasikan dalam proses pembelajaran.
DAFTAR
PUSTAKA
Agusmimha.
2011. Pendidikan Berbasis Karakter.
Diakses tanggal 9 Oktober 2011. http://www.slideshare.net/agusmimha/pendidikan-berbasis-karakter
Aziz, Hamka Abdul. 2011. Pendidikan Karakter Berpusat pada Hati.
Jakarta : Al-Mawardi Prima.
Bakti, Iriani. 2011. Pembinaan Guru
Profesional Berbasis Karakter. Power
Point tidak dipublikasikan:
Banjarmasin.
Ibrahim, H. M. Dkk .2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya :
University Press.
Komari, Achmad Sapari. 2001. Pendidikan Budi Pekerti bagi Anak dan Remaja
: SIC.
Oong Komar. 2010. Pendidikan Berbasis
Karakter. Diakses tanggal 9 Oktober 2011. http://edukasi.kompas.com/read/2010/11/25/11403661/Pendidikan.Berbasis.Karakter
Shintawati.
2011. Diakses tanggal 9 Oktober 2011.
Suprijono, A. 2009. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif.
Masmedia Buana Pustaka, Surabaya
Windyartini, Anna. 2008. Remaja Membangun
Kepribadian. Jakarta: Nobel Edumedia.
Yati.
2009. Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran
Kimia pada Konsep Laju Reaksi dengan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray di Kelas XI IPA SMA
Negeri 1 Tanta Tahun Pelajaran 2010/2011. Hasil penelitian tidak dipublikasikan: Tabalong